Nabila Zahra
Aku berusaha mencerna kata-kata yang terlontar dari bibir mungilnya. Mulai mengadah menatap kedua bola mata sipitnya yang menawan itu. yang mempunyai tatapan tajam namun menenangkan. Aku masih berusaha mencari keseriusan disana. Sebagian hatiku memberontak untuk menolaknya namun sebagian lagi memberontak untuk menerimanya. Inikah yang dinamakan bimbang? Dilema dan ragu?“Bagaimana?” ucapnya sambil memetik asal gitar yang tadi ia gunakan untuk menyatakan perasaannya. Aku menggigit bibir bawahku keras-keras. Aku masih tidak percaya hal ini terjadi. Tapi aku akan sangat terlalu jahat jika menggantungkan dirinya begitu saja. Mengereknya di tiang ketidak pastian. Walau nanti akhirnya aku tahu, bukan aku yang akan menjatuhkannya ke lubang kekelaman, melainkan dirinya sendiri. Sama seperti pria-pria lain yang bersikap sama seperti dirinya. Dan sejujurnya aku lelah dengan semua ini.
“Entahlah.. aku bingung Alv.. ini terlalu mendadak.. kau tahu? Aku sama sekali tidak menaruh secuil perasaan kepadamu.. aku takut jika..”
“Jika aku mempermainkanmu sama seperti saat Gabriel dan Rio yang dengan mudahnya menghancurkanmu? Itu kan maksudmu Siv..? ayolah.. aku ini serius. aku bukan mereka dan mereka bukan aku.. apa salahnya mencoba?” Aku mendadak bisu. Bahkan ia mampu bertelepati denganku. Ini gila.
“Baiklah Alv.. aku..” ucapku terbata. Ia mulai menatap mataku dengan tatapan yang sulit di artikan. Sumpah ini membuatku gugup setengah mati. Alvin.. jangan menatapku dengan tatapan seperti itu.
“Baiklah.. Alv.. beri aku waktu sehari” ucapku pada akhirnya. Ia mulai menunjukkan raut wajah kecewanya. Ia lantas membalikkan badannya. Mulai menenteng asal gitar cokelat itu setelahnya ia meninggalkan diriku sendirian di taman. Kalau saja aku menjawab apakah ia tega meninggalkanku sendirian?
Nabila Zahra
Alvin Jonathan. dia memang tampan. mempunyai lekuk wajah sempurna yang Oriental sekali. Menurutku dia adalah pria yang aneh. Dihadapanku ia jail dan baik tapi tidak dihadapan gadis lain. Ia selalu bersikap dingin terhadap gadis lain. Ia termasuk pria yang menjadi pusat perhatian di sekolahku. Terkadang aku merasa minder dengan diriku yang hampir setiap saat ada disebelahnya. Ia dipuja-puja para gadis di sekolahku. Dan itu membuat diriku tidak nyaman.Karenanya aku juga mengenal pria-pria sekelas Alvin. ada Cakka Nuraga, Gabriel Stevent, dan Mario Stevano. Seluruh anak sekolahku mengenal mereka.. termasuk Alvin.. siapa yang tak kenal mereka? Tampan, pintar, tajir pula.
Seperti sekarang ini aku duduk di sudut kantin bersama mereka. Dan ajaibnya pandangan mata para gadis-gadis berubah ketika menatapku. ada rasa tidak terima terbesit disana. Dan aku benci jika mereka menatapku seperti ini. Seperti menatap seorang pembunuh.
“Siv.. Sivia?” Aku mulai tersadar dari lamunan kutentang anak-anak yang menatapku seperti pembunuh dan sekarang telapak tangan Alvin sudah menari-nari ria di depan mataku
“Apaan?” ucapku ketus. kemudian aku menyeruput Jus Jeruk yang sebelumnya sudah aku pesan. Seolah dia bisa membaca pikiranku ia mulai melontarkan kata-kata yang seharusnya tidak menjadi bahan pembicaraan siang ini.
“Pasti gadis-gadis itu lagi” ucapnya polos. Cakka, Rio dan Gabriel mulai menunjukkan raut wajah aneh. tak mengerti dengan ucapan Alvin barusan.
“Hah? Gadis? Siapa? gadis siapa? gadis yang mana?” tuhkan apa aku bilang Cakka yang tukang banyol itu mulai bertanya yang tidak-tidak. Aku mulai mendelik kearah Alvin. Ia mulai menunjukkan raut wajah ampun terhadapku. Well, sepertinya ia ketakutan.
“Ehh.. tidak.. biasa para gadis.. dia selalu bersikap aneh jika kita lewat bukan? Mungkin mereka.. emm sedikit terpesona dengan tampang-tampang kita..” Bodoh. Iya jawaban yang bodoh menurutku keluar begitu saja dari mulut seorang Alvin Jonathan. Sorakan ketiga temannya mulai menimbulkan keributan di meja kami. Sementara murid lain mulai memusatkan perhatiannya ke meja kami. Sial. Sialan ini semua gara-gara Alvin. Jika saja ia tidak menebak-nebak pasti tidak akan seperti ini.
“Kalian semua menjadi pusat perhatian bodoh..bisakah kalian tenang? ini sama saja mempermalukan diri kalian sendiri!” ucapku seperti bisikan. Yang lainnya mulai menatap ke sekeliling. Mulai menunjukkan wajah kaku yang kocak duh.. mengapa aku harus bergabung di lingkaran pertemanan yang sedikit gila? Bodoh dan entahlah. Aku tak paham dan me..ngerti.
Nabila Zahra
“Vii tadi itu bagus banget. Aku nggak nyangka kalo itu kamu yang nyanyi” ucap Alvin saat berjalan menuju pekarangan tempat mereka sekolah musik. Waktu untuk latihan memang sudah berakhir jadi mereka berdua sudah diizinkan untuk pulang.“thanks yak.. nanti kepala aku pecah loh kalo kamu puji terus..” tanggap Sivia sembari menuntun sepeda Shilla. Ia sudah bersiap-siap untuk pulang.
“Ehh Vin.. aku mau buru-buru pulang.. keburu kesorean soalnya mau nambal ban sepeda aku” Sivia sudah menaiki jok sepedanya. ia tinggal meluncur pulang.
“lah? Itukan bisa dinaikin kok ditambal?” tanggap Alvin penasaran wajahnya tampak kocak saat mengatakan kalimat itu.
“Ini sepedanya Shilla” Entah mengapa Sivia berfikir Alvin seperti ibu-ibu sekarang, selalu banyak tanya. Padahal Ibunya sendiri tidak banyak tanya seperti Alvin.
“baik banget tuh bocah minjemin sepeda.. aku anterin yah sampe rumah Shilla” tawar Alvin. Atau mungkin lebih tepatnya memaksa. Sivia mulai membelakkan mata sipitnya. Ia benar-benar kaget kata-kata itu akan terlontar dari mulut Alvin. Dan seketika ia ingat. di depan Alvin, Shilla berstatus sebagai sahabatnya bukan kembarannya.
“ngg—nggak usah Vin. Kalo supir kamu nyariin gimana? Terusan badan aku itu berat nanti kalo kita jatoh gimana? Kan nggak lucu” Sivia mulai memutar-mutar berbagai alasan yang muncul begitu saja dikepalanya. Ia takut rahasia terbesarnya didepan Alvin akan terbongkar.
“Nggak ada tapi-tapian Vii” Sivia pasrah. Ia mulai memanyunkan bibirnya, ia mulai berpindah tempat ke jok belakang. Seperenam perasaannya merasa jengkel sementara seperempat lainnya merasa bahagia yang tak kentara. Entah mengapa ia mulai bisa melihat sisi Alvin yang berbeda.
“Vin”
“Hmm”
“Pelan-pelan! emang aku nggak berat yak?”
“berat pake bangett….”
“nanti turunnya di gang aja ya..”
“hmm”
Tatang Heriana
Guratan oranye yang melintang di ufuk barat kian memudar. Deru ombak pun seakan ikut diam membisu, hanya desiran-desiran pasir pantai yang mungkin masih asyik bercanda. Sang surya tenggelam seketika, dan malam tiba.Alvin masih terduduk, merenung, menatap satu garis lurus horizontal yang semakin menggelap. Tangannya memeluk lutut erat dengan sesekali menggesekan kedua telapak kakinya cepat.
“Aku rindu kamu!” ucap Alvin lirih. Ia masih enggan bangkit dari duduknya.
“Kapan kamu pulang ke Indonesia, Vi?” Alvin menundukkan kepalanya pasrah. Sudah lima bulan ini ia bersikap seperti ini, mengurung diri. Tepatnya saat Alvin ditinggal pergi ke Belanda sama sahabat kecilnya, Via.
“Alvin!” teriak seseorang tak jauh di belakang Alvin.
“Alvin, ayo pulang! Ini sudah malam.” teriaknya lagi. Alvin tetap menunduk, tidak sama sekali menghiraukan panggilan tersebut hingga terdengar derap langkah kaki yang mendekatinya.
“Kenapa kamu masih disini, Vin? Ayo pulang! Aku sudah kangen banget sama kamu.” Alvin terkesiap mendengarnya, suara ini beda dengan suara sebelumnya. Ia menengok ke belakang perlahan.
“Via?!” kaget Alvin, matanya berbinar.
“Iya, ini aku, Via!” kata Via dengan guratan senyum manis yang membuat Alvin tak sabar ingin memeluknya erat.
“Aku kangen kamu, Vi! Dan yang harus kamu tau, aku benar-benar gak bisa hidup tanpa ada kamu, Via. Kamu mau kan jangan tinggalin aku lagi?” pinta Alvin penuh harap. Via tersenyum dipelukkan Alvin, tak terasa air matanya mengalir lembut di pipinya.
“Aku janji, mulai sekarang aku gak akan pernah ninggalin kamu lagi. Aku sayang kamu!” balas Via semangat.
“Janji?” Alvin mengangkat jari kelingkingnya tepat di depan hidung Via.
“Janji!” jawabnya sambil membalas kelingking Alvin. Lagi, Via memeluk Alvin erat. Dan tanpa disadari Alvin, Via mengalungkan sebuah liontin yang berinisial Alvia di leher cowok yang sedang dipeluknya itu seraya membisikkan sesuatu, “Happy Birthday, Alvin! God Bless You.Jangan pernah lepas liontin ini ya? Buat kita, aku dan kamu.” Alvin tersenyum, matanya berkaca.
Tatang Heriana
Namun kini, pikiranku hanya tertuju padamu. Sungguh ku tenggelam dalam khayal cinta."Ah! Mana mungkin, sih?!" rutuk Via kesal. Ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Kali ini, Via sedang berdiri di dekat balkon kamar miliknya, malam hari.
"Masa gue jatuh cinta sama dia, sih? Gak mungkin banget, deh! Dia kan orang super aneh yang pernah gue temui." Via menatap satu bintang yang kala itu bersinar paling terang, seakan senang mendengarkan curhatan Via.
FlashbackOn.
"Ini sepatu loe! Maaf yah kalo kemaren gue jahil sama loe." ucap Alvin tiba-tiba saat Via sedang berkutat dengan pelajaran kimia yang maha susah. Sedetik, Via mengangkat salah satu alisnya, heran. Seorang cowok yang selama ini dikenal sengak, sombong, jahil, sok cakep dan sok berkuasa oleh Via itu, kini mau mengembalikan sepatu Via yang kemarin ia lempar ke atas genteng dan bahkan sampai meminta maaf dengan tulus padanya.
"Gak salah loe?! Apa loe belum minum obat kali, ya?" tanya Via heran.
"Emang ada yang salah, ya? Apa gue gak boleh minta maaf sama loe?" tanya balik Alvin dengan menatap mata Via lekat.
"Vi, terserah loe deh mau maafin gue apa nggak. Disini gue cuma mau jujur kalo sebenernya gue itu cinta sama loe! Udah, gitu aja. Dan gue ngelakuin semua itu hanya ingin elo itu memberi perhatian lebih buat gue, alias gak cuek. Ya, emang bodoh sih kelihatannya. Tapi, emang ini kenyataannya kalo gue cinta sama loe, Vi." jelas Alvin tanpa basa-basi dulu dengan Via.
Sedangkan Via hanya cengo mendengar penuturan Alvin.
"Terus gue harus bilang WOW gitu sama loe! Udah deh, gak usah becanda gitu! Gak lucu, tau! Udah sana loe pergi! Gue lagi banyak tugas, jangan ganggu gue deh. Gue udah maafin loe, kok. Tenang aja." Via kembali beralih ke buku catatannya tanpa melihat ekspresi muka Alvin yang super kesal. Sudah jelas-jelas dia itu serius, malah di anggap becanda. Dasar nasib orang 'SOK' kali, ya? Hehehe...
"Dasar orang aneh! Nyesel gue bilang cinta sama loe! Gue tarik balik deh kata-kata gue barusan!" sesal Alvin sambil pergi.
Tatang Heriana
Bel istirahat berdering. Siswa-siswi SMA 2 berhamburan disekitar sekolahnya, tak terkecuali Alvin cs yang notabene-nya geng paling sengak di sekolah tersebut. Seperti biasa, mereka selalu membuat ulah yang jahil bagi siapa saja yang mereka kehendaki."Heh, kamu! Iya kamu! Sini!" panggil Gabriel pada seseorang yang sedang asyik memandangi cowok-cowok bermain basket.
"Loe manggil gue barusan? Ada perlu apa, deh?" jawab anak tersebut enteng. Mendengar itu, Alvin tersenyum sinis dan mulai mendekatinya dengan tatapan emosi.
"Loe songong, ya! Loe gak tau kita itu siapa, hah?!" bentak Alvin walaupun pada seorang cewek.
Ya, anak tersebut adalah seorang cewek yang bernama Via一murid baru.
"Hah? Songong? Emang dari dulu juga gue kaya gini, gak ada tuh orang yang bilang gue songong. Lagipula emang gue juga gak tau elo semua itu siapa?" Via melipat dada santai.
"Asal loe tau ya! Kita berdua itu penguasa di sekolah ini. Jadi, loe jangan macam-macam sama kita! Dan ingat, setiap haril oe itu harus setor duit ke kita. Mana duit loe!" kata Gabriel menyerobot.
"Oh... jadi elo berdua tuh preman di sekolah ini? Heuh! Tidur masih di temenin aja sudah sok-sok an jadi preman. Kalo kalian mau minta duit, sana sama bokap nyokap loe! Kenapa minta sama gue? Emang situ siapa gue? Anak gue? Bukan!" Via melengos meninggalkan Alvin dan Gabriel yang sudah dibuat geram olehnya.
"Berani loe sama kita, hah? Sialan." Gabriel mencoba mengejar Via, namun tangannya ditahan oleh Alvin. Karena ia ingin menanganinya sendiri. Masa iya 1 cewek dikeroyok 2 cowok?
Tubuh Via tersentak ke pinggir tembok kelas. Kerah bajunya yang diremas oleh Alvin, membuatnya susah untuk melawan. Alvin menatap mata Via dalam, begitupun sebaliknya.
"Kali ini loe boleh menang, karena gue gak biasa melawan seorang cewek. Tapi, lain kali gue gak segan-segan buat ngehabisin loe! Ngerti?" bisik Alvin tepat di telinga Via. Sedangkan Via memutar bola matanya dengan santai.
"GUE GAK TAKUT!" balasnya dengan mendorong Alvin hingga terjatuh kebelakang.
Tatang Heriana
Kilauan sinar bulan dan bintang seakan menjadi saksi kisah cinta dua insan yang kini sedang duduk santai diatas sebuah gedung. Mata mereka berbinar. Sedetik, si cewek meletakkan kepalanya di pundak si cowok."Kalau boleh aku meminta satu permintaan, aku berharap semoga malam ini menjadi malam paling panjang dan paling indah dari malam-malam sebelumnya." ucap si cewek tiba-tiba.
"Kenapa? Kenapa cuma malam ini? Bukankah setiap malam itu indah?" tanya Alvin一si cowok sambil membelai rambut ceweknya一Via.
"Yaa... karena malam ini adalah malam spesial, malam dimana aku merasa sangat bahagia bisa mengenakan gaun pengantin dan duduk berdampingan dengan kamu." Via menatap Alvin lekat. Senyumnya langsung terbersit, manis sekali. Seketika itu pula Via merasa bahwa bibirnya begitu kaku, matanya terpejam, kehangatan menjalar disekujur tubuhnya.
"Dan, kalau aku boleh minta satu permintaan, aku gak mau berada jauh dari kamu sedetikpun! Kemanapun kamu pergi, aku akan selalu ada disisimu, menjagamu, dan memastikan bahwa gak ada seorangpun yang mampu memisahkan kita! Aku sayang kamu,Via." kata Alvin setelah ia memberi kecupan hangat di bibir Via. Sejenak,Via tersenyum dan langsung memeluk erat tubuh Alvin yang begitu harum.
"Ku harap... hanya kematianlah yang mampu memisahkan kita berdua." balas Via sambil mempererat pelukkannya. Alvin tersenyum memandang bulan dan bintang yang saat itu jaraknya benar-benar dekat dengan mereka.
"Kalau begitu, kita ke pesta lagi, yuk! Kasihan tamu-tamunya sudah pada nunggu." ajak Via. Kemudian ia bangkit dan mengangkat gaunnya yang superduper ribet. Melihat ceweknya yang kerepotan dengan bajunya, Alvin pun ikut membantu sambil senyum-senyum gak jelas sampai Alvin tidak menyadari bahwa kakinya menginjak pijakan yang rapuh. Alvin terpeleset! Refleks, tangannya menarik gaun Via yang kebetulan jaraknya belum terlalu jauh dari posisi Alvin tersebut.
"Alviiin...Viiiaa... Aaaaaaaaa!!!" teriak mereka berdua. Dan secepat kilat tubuh mereka menyentuh tanah dalam keadaan berpelukan.
Tatang Heriana
Sorak sorai dalam kelas tak dapat lagi terelakkan ketika Via terjatuh dari kursi akibat ulah Alvin yang jahil. Alhasil, Via benar-benar dibuat superduper malu di depan teman-temannya."Rese amat sih loe jadi orang! Sakit,tau?!" bentak Via sambil memegangi pantatnya yang kesakitan. Sedangkan si pelaku一Alvinhanya senyum-senyum sinis tanpa memperdulikan ocehan Via tersebut.
"Dasar cowok aneh! Aaarrrggghhh..."geregetnya melihat Alvin yang cuek bebek sama dirinya.
"Makanya kalau mau duduk lihat-lihat! Udah tau gak ada kursinya, eh malah duduk. Jatuh, kan, loe?!" balas Alvin enteng. Mendengar itu, muka Via berubah semakin geram. Bisa jadi Alvin bakalan diterkam hidup-hidup sama Via.
"Ih! Elo tuh, ya! Enek gue lihat muka loe." Via meninggalkan Alvin dkk serta teman-teman kelas lainnya yang masih sempat menahan tawa karena kejadian tadi.
***
"Elo pasti malu banget ya, Vi?" tanya Prissy setelah Via selesai bercerita di kantin.
"Ya Tuhan, Prissy! Jelas gue malu banget, lah! Pake nanya." responnya sambil mengaduk-aduk milikshake kesukaannyaitu.
"Hehe... gue kan cuma nanya doang, gak usah sensitif gitu juga, kali?" goda Prissy melihat ekspresi muka Via yang begitu kesal. Tiba-tiba...
"Ups! Sorry, gue gak sengaja." ucap seseorang seketika.
"Alviiinnn... loe rese banget sih jadi orang! Loe sengaja, kan?! Ngaku, deh!" Via mengibas-ngibaskan bajunya yang terkena tumpahan jus tomat milik Alvin.
"Jangan buruk sangka dulu, dong! Jelas-jelas gue tadi udah minta maaf, itu berarti gue gak sengaja! Gimana, sih?!" cetus Alvin sinis. Via mencak pinggang. Sedangkan Prissy hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Alvin dan Via. Sepertinya perang dunia ketiga bakal dimulai.
"Gak usah banyak bacot deh, loe! Gue tau loeitu sengaja. Loe syirik kan sama gue? Karena gue udah rebut predikat ranking satu di kelas. Ngaku, loe! Lagian, mau loe itu apa, sih?"
"Sorry, gue gak syirik! Gue itu lebih pintar dan lebih cerdas dari loe! Inget, gue cuma mau loe itu pergi dari pikiran gue!" ucap Alvin sambil meninggalkan Via dan Prissy.
Tatang Heriana
Brak!!! Kursi roda yang sejak tadi didorongnya itu, ia tabrakan ke dinding kamar. Lantas, lelaki muda yang duduk diatasnya tersungkur dengan posisi kepala yang mendarat lebih dulu ke tanah. Keningnya berdarah, tubuhnya seakan tak bisa lagi untuk digerakkan. Sedangkan, lelaki dewasa yang mendorong kursi roda tersebut terus menerus mengepalkan tangannya sambil meredam emosi yang hampir membeludag."Ayah gak sudi punya anak kaya kamu, Vin! Kamu cacat! Bisanya cuma nyusahin orang saja. Dasar anak yang gak berguna!" bentaknya penuh amarah. Ia melangkah ke arah Alvin一anak muda tadi sambil mencengkeram kerah bajunya.
"Kamu tau, kan, Vin?! Ibumu meninggal karena siapa?! Harta ayah habis karena siapa?! Itu semua karena kamu! Karena kamu CACAT! Dan sekarang, kamu lebih baik mati daripada hidup kamu hanya bisa bergantung dan menyusahi orang saja." Alvin meneteskan air matanya. Ia sangat tertekan dengan kata-kata ayahnya yang begitu menyayat dan membekas abadi di hatinya.
"Yah... Alvin memang cacat. Alvin buta! Alvin juga lumpuh! Tapi ayah harus sadar, ini semua sudah takdir Alvin, Yah! Ayah harus terima keadaan Alvin, Alvin mohon? Kenapa ayah terus menerus membenci Alvin?! Kenapa Yah, kenapa?!" kata Alvin seraya meremas pundak tangan ayahnya yang masih memegang kerah bajunya. Sedetik, sang ayah berdiri dan membelakangi Alvin.
"Kamu bukan anak ayah!" tolaknya sambil meninggalkan Alvin sendirian.
***
"Kalau begitu kamu tinggal di rumah aku aja, Vin. Aku gak tega ngelihat kamu disiksa terus sama Ayah kamu. Gimana, kamu mau?" tawar sahabat Alvin yang saat itu sedang duduk di taman dengannya.
"Tapi... aku takut Ayah bakal ngelakuin yang nggak-nggak sama keluarga kamu, Vi. Maaf, aku gak bisa. Lagipula aku terima kok semua perlakuan ayah terhadapku, walaupun aku akan mati." respon Alvin sambil memainkan kursi rodanya menjauh dari tempat Via一sahabat Alvin berdiri.
Tiba-tiba, Via meneteskan air matanya dan berlari untuk memeluk Alvin dari belakang.
"Aku sayang kamu, Vin." ucapnya pelan. Alvin tersenyum.
Tatang Heriana
Langkahnya semakin ragu untuk diangkat setelah mengetahui kalau cowok itu adalah Alvin一musuh bebuyutannya. Cowok tersebut duduk membelakangi pohon cemara yang berdiri kokoh didepan kelas XIIIPS 1. Telinganya yang sedari tadi memakai earphone, ia lepaskan setelah menyadari kalau Via sudah berdiri disampingnya."Jadi elo yang barusan sms gue?!" tanya Via sinis.
"Gak usah banyak nanya deh! Duduk, loe!" Alvin menarik paksa tangan Via yang sejak tadi mendengus kesal menatapnya.
"Apaan, sih?! Jangan maksa, dong! Loe kira loe siapa?! Ngatur-ngatur gue." tolak Via seraya menepis tangan Alvin keras.
"Sudah??" tanya Alvin datar. Kemudian melangkah pergi meninggalkan Via sendirian. Aneh! pikir Via seketika.
"Tuh anak sinting, kali, ya? Hmmm... tapi,kok gue jadi gak enak sendiri sama dia一"
"...一taulah! Bodoh amat." tanpa pikir panjang, Via ikut melangkah pergi menyusul Alvin.
***
"Gue memang bodoh! Ngapain, sih?! Tadi gue pakai acara mau nembak Via segala di sekolah. Sudah jelas-jelas dia itu musuh gue! Musuh Vin, musuh! Orang kaya Via itu gak pantas jadi pacar gue. Cewek yang sok kuat, sengak, sombong, sok jagoan, yang pasti sok berkuasa disekolah!" bentak Alvin dengan kesal memandangi gambaran dirinya didepan cermin berukuran super yang bertengger di salah satu sudut kamarnya. Tiba-tiba...
Gue sayang sama kamu, Vin. Aku tunggu dibawah pohon cemara depan kelas.
Alvin terbelalak saat membaca sebuah pesan dari salah seorang cewek yang memang sudah gak asing lagi baginya. Kemudian ia berjalan mendekati tempat tidurnya.
"Maksudnya apaan?" gumam Alvin pelan. Tubuhnya ia rebahkan diatas kasur. Alvin memandangi langit-langit kamarnya yang makin lama terasa memburam ditatapnya. Sedetik, mata Alvin terpejam menutupi kehidupan dunia hari ini. Ia terlelap tanpa menghiraukan sms yang barusan ia terima dan ia bacakan. Sms dari Via.
Yunia Ni'matussolihah Kifin
"Kau tak perlu melakukan ini untukku. bukankah aku bukan siapa-siapamu?"Kata-kata itu menusuk tepat dihatiku. Apa yang aku lakukan? Kenapa dia seakan-akan tak menghargaiku? Sebuah pesan facebook itu mengganggu pikiranku.
"Kau tak perlu khawatir Alvin. Aku mengirim itu hanya sebagai teman dan tak mengharapkan apa-apa darimu. Anggap saja itu dari teman-temanmu disini"
Apakah aku salah? Aku hanya mengirim foto kue ulangtahun untuknya lewat pesan facebook. Itu karena dia sedang berada di negara lain.
"Ini yang terakhir. Kau tak perlu memberikanku kue semacam ini lagi padaku Via. Jangan memakai alasan teman-teman"
Rasanya ingin menangis, menangisi kebodohanku. Bukan, ini bukan kebodohan. Aku menyayanginya karena diriku sendiri. Rasa ini tak pernah salah. Rasa ini hanya tak terbalas.
"Ya ini yang terakhir Alvin. Aku hanya berbicara yang sebenarnya. Lagipula kau tak pernah mempercayaiku. Maaf membuatmu tak nyaman"
"Aku bukan siapa-siapamu Via. Aku tak ingin merepotkanmu"
Inilah akhirnya. Penantianku untuk mendapatkan perasaanya sirna sudah. Dia menyuruhku untuk berhenti dan tak mempedulikannya lagi. Aku berusaha tak menyesal. Akhirnya Alvin membuat seorang Sivia merasakan nikmatnya sakit hati.
Siti Hodijah
“ haaaah… capenyaaaa,,,” ujar seorang gadis sambil merebahkan tubuhnya di sofa apartemennya.Drrr…drrrr…
Getaran pada ponselnya membuatnya mau tak mau kembali duduk tegak untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.
“Siapa sih ah.. malem-malem sms.. ganggu istirahat gue aja” gerutunya kesal.
Alvin: Vi, kamu udah pulang? Kesini dong ke atas gedung apartemen. Temenin aku, boring nih!
Sivia: Sorry Vin, aku lagi cape nih, baru pulang kuliah, pengen istirahat.
Alvin: Ayooolaaah Viiii, bentar aja.
Sivia: Ah kamu Vin, nyebelin banget sih… oke-oke aku kesana sekarang.
Alvin: Nah gitu ke dari tadi, aku tunggu yah!?
Sivia: Hmm
Dengan berat hati gadis itu, Sivia, beranjak dari sofanya yang nyaman, tanpa babibu menggati pakaian dll, dia keluar dari apartemennya menuju ke atap apartemennya dimana seseorang yang bernama Alvinmenunggunya.
Sesampainya di sana.
“Ada apaan sih Vin, maksa banget kamu biar aku kesini, aku kan lagi cape Vin” omel Sivia sambil mendekati Alvin yang sedang bersender pada pinggir pembatas gedung. Dia hanya diam sambil terseyum kearah Sivia dan merentangkan ke dua tangannya agar Sivia datang kepadanya dan merengkuhnya dalam pelukan hangatnya yang nyaman.
“Aku kangen tau sama kamu” ujarnya sambil memeluk Sivia.
“Kamu pikir aku nggak kangen juga apa?” jawab Sivia manja sambil mempererat pelukannya.
“Hmmm…” gumam Alvin sebagai jawaban pertanyaanSivia.
Lama mereka terdiam dalam posisi berpelukan, menyatukan kehangatan dari masing-masing suhu tubuh mereka, menikmati suara debaran jantung mereka setiap saat. Nyaman, itulah yang mereka rasakan dalam kesunyian mereka.
“Via…” panggil Alvin.
“ Ya,,,” jawab Sivia sambil mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah favorit nya.
Alvin menundukan kepalanya, menatap mata Sivia yang teduh, yang selalu membuat suasana hatinya tenang dan nyaman. Perlahan tapi pasti Alvin mendekatkan wajahnya ke wajah Sivia, membuat Sivia memejamkan matanya dan merasakn hembusan nafas Alvin yang semakin hangat menerpa wajahnya. Bibir mereka bersentuhan saling berbagi kehangatan dan bertautan sampai mereka kehabisan nafas.
Sesaat mereka saling menatap satu sama lain, saling berlomba menghirup udara disekitar mereka untuk mengisi paru-paru mereka kembali setelah melepaskan ciuman mereka.
“ Vi, wouldyou marry me?”
Sivia membelalakan matanya tak percaya, dia menatap mata alvin dalam diam, membuat jantung Alvin berdetak lebih cepat dari biasanya, dia merasa tegang, dan juga was-was saat melihat Sivia yang diam dan menatap matanya. Bahkan dia merasa sesak nafas karena menunggu jawaban dari kekasihnya.
Bibir Sivia tersenyum manis sambil berkata “Yes, I would”
Sekali lagi Alvin memeluk Sivia dengan erat, sangat erat sampai Sivia merasa sesak tapi dia tidak peduli, karena dia sedang bahagia, sangat bahagia, akhirnya dia akan memiliki Sivia seutuhnya, dan dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan Sivia dan akan selalu membahagiakannya.
“Makasih Vi, makasih banget kamu udah mau jadi pendamping aku seumur hidup…”
“Iya Alvin, iya… tapi meluknya jangan kenceng-kenceng dong, kamu mau calon istri kamu ini kehabisan nafas sebalum jadi milik kamu hah?” jawab Sivia kesal
“Eheheee… maaf Vi, abisan aku lagi seneng banget heheheee…” jawab Alvin sambil melepaskan pelukannya dan mengusap tengguknya pertanda dia menyesal dan salah tingkah. Namun dengan tiba-tiba Sivia memluknya kembali dan membenamkannya wajahnya di dada Alvin dan Alvin pun membalasnya, mengangkat tubuh Sivia, dan memutarnya. Senyum di wajah mereka mengembang, kebahagiaan terpancar jelas di wajah mereka.
“I love you Sivia”
“I love you too Alvin”
Gefira Anggi NadyaSalma
Sinar bintang terlalu menceburkan dirinya dibening mata Alvin. Seperti halnya Sivia yang terlanjur jauh berenang dan terombang-ambing dalam pesona seorang Alvin Jonathan Shindunatha. Si pemuda berwajah oriental yang merenggut habis perhatiannya sejak sebulan yang lalu, saat hujan turun di sore yang menenangkan. Sore yang damai. Tentu saja untuk Sivia Azizah.
"Eh dek, gue ikut payung lo sampe parkiranya." Kalimat sederhana yang menjadi topik panas di esok harinya.
---
"Fy, Pris, Shill, kemaren gue berduaan dibawah payung bareng Kak Alvin loh! Hati gue loncat-loncat imut gitu. Gue pengen hujan lagi deh! Cerita Via menggebu-gebu, padahal baru sedetik dia memasuki kelas.
"Wah Kak Alvin OSIS yang jadi pendamping kelasnya Aren pas MOS itu?"
"Kok bisa? Via ih ceritaaa!" Prissy dan Shilla langsung menghujani pertaanyaan tentang kronologi itu terjadi. Ify hanya tersenyum.
Cinta hadir pada hal-hal kecil, sekecil senyuman Alvin yang membuat hari Sivia penuh musik romantis
---
Kehadiran Alvin yang terlalu berkilau mengangkat Via ke udara penuh cinta. Kejadian tak disengaja yang berulang semakin membuat Sivia mabuk dalam magnet cinta Alvin. Seperti yang ia ceritakan hari ini...
"Gals, tadi pagi gue dibonceng Kak Alvin huaaa! Gila dia baik banget yaaa!"
"Kok bisa bareng lagi? Dijemput? Tanya Shilla antusias.
"Gak gak gak! Gue kan kesiangan, pas dijalan ke gerbang dia ngajakin gue gitu. Ih sweet bgt deh tadi." Jelas Via dramatis.
---
"Cih Vi, Kak Alvin gak baik ke lo doang kali. Lo tuh orang yang keberapa ratus yang dibonceng sama dia. Dia emang selalu ngajak bareng orang yg kesiangan. Dia emang friendly kan? Gue juga pernah kali." Kata Ify santai. Jadi selama ini kebersamaan yang Sivia anggap istimewa hanya kebahagiaan semua? Sivia sadar, rasa suka ini diabaikan. Sejak awal memang tiada yang peduli kan?
---
Kesalah pahaman Via dan Ify berujung pada kejutan yang benar-benar mengejutkan untuk Via. Sahabat-sahabatnyalah yang merancang semuanya, termasuk Ify. Dan pada 24 April 2013.
"Happy annivesary sayang." Ucap Alvin penuh cinta. Via menghambur dalam pelukan Alvin. Ini tahun keberapanya ya? Jangan ada akhir. Semoga.
Angelina Margaretha Barasa
Simple past happinessRapat sudah selesai dari 5 jam yang lalu tapi perempuan ini masih saja termenung dengan kejadian yang dilihat nya di rapat tadi, lelaki yang dulunya dia cintai bahkan sampai sekarang belum ada yang menggantikkaan nama lelaki tersebut dihatinya, rasanya kejadian saat mereka masih muda terputar kembali dalam ingatan nya, kejadian di saat masih bahagianya menempuh masa remaja, dan saat mereka sudah menjadi dewasa mereka harus bertemu dengan masalah yang mereka buat sendiri, kejadian dimana mereka tidak bisa berjalan bersama untuk menempuh kehidupan, kejadian dimana dia harus membesarkan anak seorang diri tanpa harus ketahuan media, kejadian dimana dia bertemu dengan lelaki itu, semua terekam jelas di otak Sivia, air matanya kembali berlinang saat mengingat kejadian itu.
“hai mommy, do you know?? Aku mendapatkan juara lomba menyayi di sekolah kata bu guru aku bisa maju ke tingkat nasional. I’m very happy mom,” terlihat Chelsea datang membawa piala yang sepertinya sudah di impi-impikan dia terlihat dari mukanya yang begitu bahagia, setelah berpelukkan dengan ibunya yang terlihat juga begitu bahagia melihat anak nya bahagia, Chelsea langsung pergi ke kamar mandi.
“Vi sorry gue lancang, dan make bahasa kaya gini dikantor, lo tau diluar ada Alvin, dan tadi lo rapat sama dia? Sekarang katanya dia pengen ketemu lo! gimana dong ini, gimana kalo sampe Chelsea tau dia masih punya daddy?” Ify adalah sekretaris sekaligus teman terbaik yang sivia punya, mereka sudah bersahabat dari kecil, Ify memutuskan untuk mengabdi kepada Sivia, setelah memiliki kejadian yang hamper mirip dengan sivia tetapi memiliki jawababn yang berbeda dia lebih memilih meninggalkan orang tua nya, walaupun setelah Ify punya anak, orang tuanya sudah mau menerima.
“what!! aunty ,I think you said I have daddy? mom…” Chelsea barus saja keluar dari kamar mandi setelah mendengar Ify berkata seperti itu, dan Ify dia hanya merutuki dirinya yang tidak tau bahwa ada Chelsea disini padahal jelas-jelas tas Chelsea ada di bangku tamu ruangan kerja Sivia, Sivia masih saja mengumpulkan kata-kata dalam otak nya untuk menjawab pertanyaan anak semata wayang nya ini.
”Chelsea kamu salah dengar kali, aunty kesini cuman mau bicarain masalah kerjaan kok.” Ify langsung mengelak begitu melihat muka sivia yang panik.
“aunty tau kan aku bukan anak kecil lagi setelah bulan lalu, aku gak mau terus kalian bohongi, aku tau selama ini kalian terus berbohong sama aku yang bilang dadd itu pelaut dan gak pulang selama satu tahun tapi aku berfikir, sepertinya daddy tidak akan bertemu aku selamanya , dan aku sudah dengar semuanya, aku mau ketemu daddy, aku mau punya daddy hiks” Chelsea mengeluarkan air matanya, sivia yang melihat anaknya menangis langsung berlari kepelukkan anaknya itu, Chelsea langsung berlari kearah pintu tidak menghiraukan pelukan ibunya itu, setelah keluar sepertinya dia sudah langsung mengetahui siapa ayahnya, wajah ayahnya sangat mirip dengan nya, walaupun dia tidak mengetahui apa permasalahaan antara ibunya dan ayahnya tetapi sekarang yang dia tau adalah dia sangat merindukan ayahnya, dia sangat ingin memeluknya, dan sekarang dia tahu dari mana dia mendapatkan wajah seperti orang cina itu...
Alvin masih menunggu di luar, setelah dia bertemu dengan sivia tadi dia langsung pergi ke kantor sivia, dan bertemu dengan ify, sempat terjadi percekcokan antara dia dengan ify, dia juga melihat ada anak yang sepertinya berumur 11 tahun, masuk sambil membawa pialanya ke ruangan kerja sivia, dia hanya ingin menjelaskan bahwa sekarang dia sudah bisa melamar sivia, sekarang dia bukan Alvin yang hanya anak dari seorag pegawai biasa yang mencintai anak pengusaha terkenal yang sudah terkenal sampai luar negeri tetapi adalah Alvin yang sudah mapan yang sudah isa membukikan bahwa dengan music dia juga bisa mempunya rumah yang bahkan lebih besar dari rumah sivia, dia memang direktur Yamaha music yang sangatlah mapan.
Dihatinya masih hanya ada nama Sivia Azizah.
Sepuluh menit dia menunggu ify ataupun sivia keluar dariruangan kerja itu, akhirnya anak cantik tadi keluar dengan air mata yang terlinang diwajahnya sambil berteriak “daddy….” Dan menghambur dipelukkannya, insting seorang orang tua sepertinya memang tak pernah salah, anak ini memang buah hatinya dengan sivia, dia langsung bersujud untuk menyamakan tingginya dan memeluk erat anak cantik ini, dan dengan air mata yang juga berlinang.
Sivia dan ify keluar ,sivia yang melihat kejadian itu masih saja menangis dan ify dia memberikan isyarat untuk ikut berpelukkan di sana dimana ayah dari anaknya dan anaknya berpelukkan,sivia pun langsung memeluk keduanya melepas kerinduan kepada lelakinya ini, dan sepertinya setelah ini akan ada masalah panjang tetapi sivia yakin setelah ini akan ada kebahagiaan yang panjang.
Ruka'ayaRangringrong Joziza
A.AmazingSatukata yang bisa menggambarkan pandangan pertama Alvin saat melihat Sivia di sebuah panti asuhan. Saat itu dia datang sebagai perwakilan ayahnya selaku donator terbesar di panti asuhan itu. Hanya 3 detik Alvin melihat senyuman tulus yang merekah di bibir merah Sivia, dan dia merasa di dunia ini hanya ada dia dan gadis itu, selanjutnya yang terlihat adalah senyum tulus yang diberikan gadis itu kepada anak-anak kecil yang mengelilingi Sivia.
“ekhmm..kenapa memandang aku seperti itu?” suara deheman membuyarkan Alvin dari lamunannya, Alvin tersenyum memandang istrinya ini. Istri yang sudah dinikahinya 2 tahun yang lalu.
“Sivia, apa kau ingat saat pertama kali kita bertemu?”
“Ingat, waktu itu di café saat kita tak sengaja bertabrakan?”
Alvin terkekeh mendengar jawaban istrinya, rupanya saat pertemuan mereka hanya Alvin yang merasa pertemuan itu begitu mengesankan
“bukan, kita bertemu saat di panti asuhan saat kau bercerita untuk anak panti, setelah itu aku diam-diam menjadi penguntitmu dan saat di café itu aku sudah tidak tahan ingin menemui dan menghajar pria yang menjadi teman kencan butamu itu” sadut Alvin panjang lebar
“aku tau, kau memang penguntit. Tapi aku hanya sadar saat pulang dari café waktu itu. Aku tidak menyangka, sebelumnya kau memang penguntitku sejak lama. Hmmm berapa lama?”
“satu tahun”
“apa kau begitu mencintaiku?”
“ya, kau pikir? Ada berapa lelaki di dunia ini yang mampu menahan hasratnya kepada gadis yang bahkan belum pernah berkenalan secara resmi. Hmm?”
“kau mesum Alvin”
Danselanjutnya keduanya melanjutkan kegiatan malam mereka dengan penuh kehangatan
Ruka'ayaRangringrong Joziza
N.NiceSelama beberapa bulan menguntit Sivia, pria itu menemukan banyak hal yang baik pada gadisnya itu. Sivia ternyata gadis yang ramah, baik, lucu, yang paling penting adalah dia tidak begitu baik kepada pria yang menggodanya. Itu adalah hal yang melegakan bagi Alvin, dia merasa tenang karena tak ada lelaki yang dekat dengan Sivia ataupun menjadi pesaing terbesarnya. Diam diam selama ini Alvin juga suka mengancam pria yang mendekati Sivia. Dalam persembunyiannya pria itu selalu melindungi gadisnya. Alvin selalu suka saat dimana Sivia menjadi seperti seorang putri kerajaan yang bersikap anggun, satu sisi juga Alvin menyukai sikap Sivia seperti preman yang tidak segan memukul atau menendang orang yang menggangu ketentramannya.
“Selamat pagi” kecupang singkat di bibirnya membangunankan Alvin dari mimpi yang seperti menjadi kilasan perjalanan singkat perjuangan Alvin menguntit istrinya.
“hmmm…”Alvin berusaha mengumpulkan nyawanya separuh yang tertinggal dari dunia mimpinya. Segera setelah itu dia berguling kesamping dan menindih tubuh istrinya.
“sepertinya aku menginginkannya lagi”
“ehh? Emm.. Alvin… aku.. anu… itu…” dengan tatapan menggodanya
“kenapa? Apa kau keberatan aku makan bubut buatanmu lagi?” jawab Alvin dengan kekehannya. Sepertinya dia berhasil menggoda istrinya ini.
“kenapa? Apa ku berpikiran lain. Ahh ternyata istriku mesum juga hmm.. baiklah sepertinya kau juga menginginkan lagi seperti apa yang ada dalam pikiranmu”
Dan lagi… mereka kembali menyatu saling memberi kehangatan di pagi yang mendungini. Sepertinya kita harus meninggalkan dua sejoli yang asik bergulat berdua diranjang mereka.
Ruka'ayaRangringrong Joziza
H.HoneyManis seperti madu itulah rumah tangga mereka yang jalani sampai sekarang. Kental seperti madu juga itulah kasih sayang, cinta yang mereka jalani. Hari ini tepat 2 tahun saat mereka mengikat janji suci. Dan Alvin sudah merencanakan makan malam romantis untuk mereka berdua. Untuk datang ketempat itu, Alvin dan Sivia harus menggunakan helikopter yang bising itu.
“Alvin, apa ini tidak terlalu berlebihan ?” protes Sivia karena kurang setuju karena dia rasa ini sangat berlebihan hanya untuk perayaan dua tahun pernikahan mereka.
Saatini mereka ada di pulau pribadi Alvin yang juga merupakan tempat perayaan pernikahan mereka dua tahun lalu. Hanya sebuah pulau kecil dengan villa mewah.
“tidak aku rasa ini pantas untuk menebus perayaan ulang tahun pernikahan kita tahun lalu yang kita habiskan di rumah sakit”
Selanjutnya keheningan menyelimuti acara makan malam mereka di tepi pantai, hanya ada penerangan lilin dan bulan yang setia menemani malam meraka, serta alunan musik yang terdengar dari piringan hitam. Selesai makan malam romantis Alvin berdiri dari kursinya dan mendekat kearah Sivia, dan mengulurkan tangannya
“tuan putri, mau kah kau berdansa dengan pangeran tamapnmu ini?”
“dengan senang hati pangeran” Sivia hanya terkekeh geli dan menyambut tangan Alvin untuk berdansa. Posisi yang begitu intens ini membuat jantung Alvin dan Sivia berdegup kencang, gelenyar panas seolah mendidihkan darah mereka, dan hembusan nafas pasangan masing masing begitu terasa di wajah mereka. Perlahan, gerakan kaki mereka terhenti dan di sambung dengan gerakan bibir mereka yang saling melumat dengan mesra. Seakan terbawa suasana Sivia seakan tak sadar tangan Alvin sudah menjelejah kemana-mana. Dan yang dia ingat hanya perlakuan romantis luar biasa dari Alvin dan pasir lembut yang seolah menggelitik punggung polosnya.
“ternyata melakukan di pinggir pantai tidak kalah memuaskan di banding di ranjang.”
“Alvin, bisakah kau tidak berkata se fulgar itu lagi?”
Tidakjika di denganmu jawab Alvin dalam hati sambil tersenyum nakal.
Ruka'ayaRangringrong Joziza
DRABBLE ANHAlvin menatap tajam istrinya, Sivia. Aura negative begitu kental keluar dari diri Alvin. Dia kesal, dan tidak habis pikir apa yang ada dalam pikiran istrinya itu. Alvin sadar kalau istri sedang ngidam pasti minta hal yang aneh. Terserah apa Sivia mau pulau pribadi? Akan di berikannya, mau buah? Akan di carikannya apapun itu asal tidak yang satu ini
“Vin, kamu masa gak mau nurutin keinginan anak kita sih?” dengan muka yang memelas Sivia berusaha membujuk suaminya.
“Tidak untuk yang ini” sahut Alvin cuek dan singkat. Dengan mata yang berkaca-kaca, dan tatapan sendu dari Sivia membuat hati Alvin sakit, tapi kali ini dia tidak boleh menyerah dan menuruti ngidam aneh ala Sivia ini karena nantinya dia pasti merasa lebih sakit saat menuruti keinginan Sivia. Sivia mnendekat, manatap dalam mata Alvin, tangnnya terulur membelai pipi mulus suaminya berusaha membuat Alvin luluh dan meyakinkan semua akan baik baik saja.
“Aku hanya ingin mewujudkan keinginan anak kita untuk makan malam bersama Cakka aktor itu, kamu jangan cemburu Vin.” Masih degan usaha merayunya yang tidak berhasil Sivia pasrah. Dia tau Alvin suaminya ini begitu protective, pencemburu bahkan dengan Gabriel kakak kandung Sivia pun cemburu. Tapi dia bisa maklum dengan Alvin yang begitu mencintainya itu. Satu kecupan kilat mendarat di bibir Sivia, Alvin berusaha membuat Sivia tersenyum dan sepeertinya cara itu sangat berhasil.
“maaf yaa”. Perdebatan kecil suami istri ini berkhir dengan adegan romantis Alvin dan Sivia yang berpelukan. Kali ini Sivia terpaksa menahan keinginannya, sudah cukup dia merepotkan Alvin dengan permintaan anehnya itu, terlalu banyak sudah pengorbanan Alvin. Bukankah saatnya untuk membalas semua meski hanya dengan hal sederhana.
Tarra Zeerany Gultom
"Berapa banyak uang yang kau keluarkan untuk membeli porsche ini?" tanya Sivia sedikitsinis.Gadis itu tak habis pikir degan Alvin. Untuk apa Alvin membelikannya mobil, sedangkan dia sendiri sama sekali tak pernah memegang kemudi stir mobil ataupun motor. Terlebih lagi ini porsche keluaran terbaru, yang Sivia yakini harganya pasti mencapai ratusan juta dollar. Ugh... Memikirkannya sudah membuat Sivia muak.
'Dasar orang kaya!' gerutunya dalam hati.
Alvin menatap Sivia intens. "Aku tidak tahu. Begitu perusahaanku mengeluarkan porsche terbaru ini, aku langsung membelinya tanpa memikirkan harga. Kenapa?" jawab Alvin datar tanpa ekspresi.
Sivia menatap Alvin aneh. "Aku tidak bisa menyetir mobil." Sahut Sivia.
"Anggap saja itu hadiah untuk pacaran kita." Ucap Alvin tetap datar.
"Cih! Rumahku itu sedikit masuk ke pedesaan. Mobil ini terlalu mewah dan mahal untuk menarik perhatian tetanggaku," protes Sivia kesal.
Raut wajah Alvin berubah serius. Dia menggamit beberapa helai rambut Sivia, dan menyelipkannya ke belakang telinga. Hal yang sangat ia sukai dan mengakui bahwa hal itu adalah hal rutin yang harus ia lakukan tiap hari.
"Aku tidak punya kendaraan lain. Apa kita harus naik helikopter pribadiku saja?" tanya Alvin serius.
"Tidak. Terimakasih" sahut Sivia cepat.
Deandra Maghfirani
"Alvinnnnn!!!!!! Jelek lo kodok ngorek gilaaaaaa huaaa tanggaaaaa!!!" Siviateriak teriak ga jelas pasalnya lagi enak enakan duduk di atas atap sekolah liat langit senja Alvin malah dengan tengil nya ngambil tangga dan membuat Sivia terjebak di atas.
"Heh lo kan ga diketahui gender nya masa turun ga pake tangga aja ga bisa!" Ejek Alvin
"Gue ceweee begoooih lo!!! Tangga Alvinnnn, kalo engga gue bakal loncat terus mati terus gentayangin lo sampe mati ketakutan!!" Seru Sivia yang emang dasarnya bawel dan nyablak.
"Uh takut gue.Tapi boleh juga tuh di coba?" Alvin berkacak pinggang di bawah memperhatikan Sivia dengan alis di naik turunkan. Sivia cemberut.
"Tangganya di bawa Pa Tarno sih, lo loncat aja ntr gue tangkep di bawah!" Jelas Alvin. Sivia memalingkan muka sebal.
"Palingan lo lari lo kan cowo pe...nge...cut!!!" Tekan Sivia. Alvin melotot tak suka.
"Ohyaa? Kita buktikan apakah gue sanggup nahan badan gendut lo itu!" Sinis Alvin. Sivia mendelik. Karena kesal Sivia main asal loncat tanpa aba aba membuat Alvin yang tak siap malah ikut terjerembab dengan tubuh Sivia menimpa Alvin.
'BRUKKKK'
"Alvinnn begooo sakitttt!!!!" Ringis Sivia hampir menangis.
"Lo fikir yang bego siapa?!!!?!! Main loncat aja!!!" Sentak Alvin menoyor jidat Sivia. Sivia bangun dengan tertatih di ikuti Alvin yg sepertinya encok mendadak.
"Lo yang bego! Lo yang pengecut!!!" Seru Sivia menunjuk nunjuk muka Alvin
"Gue ga pengecut! Dan gue ga otak udang kaya lo!" Balas Alvin
"Lo otak mesum!"
"Lo orang sarap!!"
"Ihhhh plis deh Alvin kalo lo suka sama gue ga usah segitunya kali so cari perhatian!" Sivia meniup poninya sebal.
"Yang ada lo kali!!" Ketus Alvin
"Elo!" Keukeh Via
"Loooo!!!!" Alvin melotot
"Lo kodok!!!"
"Lo bebek!!!
"Lo Alvinnn pokoknya titik! LO LO LO dan LO yg trnyata cinta mati sama gue!!!" Tekan Sivia
"Iya gue!!!" Seru Alvin membuat Sivia terdiam.
"Apa?"Bingung Sivia mengatur nafasnya
"Gue emang suka sama lo! Selalu cari perhatian sama lo karena emang gue cinta lo!" Alvin malah terseyum menggoda yang terlihat memuakkan bagi Sivia. Dan itu membuatnya menganga parah. Alvin musuh dan saingan terberatnya cinta sama Sivia?
"Jadi pacar gue!!"
"Hah tap..."
"Ga boleh komentar! Jadi pacar gue kalo lo gamau...." Alvin tersenyum misterius. Membuat Sivia menatap ngeri.
"Jadi istri gue!!!" Tegas Alvin
"Ga mau!!!!"Refleks Sivia
"MauuuVia!!!"
"Engga Alvinnn!!!!!"
"Pilih pacaran, tunangan, apa menikah?"
"Ga semuanya!!!"
"Terima apa cium?"
"Vin lo nembak gue pake pistol aja sekalian!!"
"Pilih!!"
"Iyaaaaa!!!" pasrah Sivia.
'cup' alvin malah mencium bibir sivia sekilas.
"Licikkkkk!!!!" Seru Sivia ingin mengejar Alvin tapi percuma untuk jalan aja kaki nya pincang.
Deandra Maghfirani
Sivia menangis terisak menjauhi kerumunan yang tengah menatapnya tajam dan terasa jijik oleh kehadiran Sivia."Hidup terlalu bengis saat kau coba terus ratapi. Hidup adalah perjuangan meski tak mudah kau taklukkan.."
Suara itu....suara halus yang sedang menyanyikan sebuah lagu untuknya, suara yg selalu mampu mengalihkan perhatian dan fokus Sivia.
Sivia menatapnya lama bukan tatapan memelas tapi tatapan menghakiminya. Tapi yang di tatap malah tersenyum santai.
"Kenapa? Kenapa lo ga jauhin dan bully gue juga?" Seru Sivia kembai menangis. Lelaki itu malah tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya.
"Lo ga malu hah? kenapa Vin lo ga putusin gue!!" Bentak Sivia. Senyuman itu memudar tergantikan oleh tatapan tajam yang mengintimidasi. Sivia menyadari itu dan menunduk takut.
"Bodoh!" Sentaknya
"Gue ga punya ibu Alvin!! Gue ga jelas anak siapa! Gue anak haram!" Sivia berteriak terlihat kacau. Alvin tak tega melihatnya di rengkuhnya orang yg dia cinta dengan erat mencoba memberikan ketenangan.
"Lo kuat Vi terbukti dngan 17 tahun ini lo bisa hidup seperti yang lain. Lo punya gue, punya sahabat yang lain yg sayang bnget sama lo..."Bisik Alvin
"Tapi gue ga punya keluarga! Lo tau Vin bokap gue ga pernah anggep gue anaknya!" Ucap Sivia mengeratkan pekukan nya pada Alvin.
"Lo punya keluarga! Lo punya org yg sayang sm lo org yg anggep lo!" Alvin melepaskan pelukannya dan menatap Sivia yang nanar.
"Kita bisa jadi sebuah keluarga Vi.."Desah Alvin. Sivia menatap Alvin bingung.
"Lo dan gue menikah Vi, lo ga perlu lagi tinggal sm bonyok lo yg slalu cuekin lo. Dan pastinya lo selalu bahagia sm gue."Jelas Alvin.
"Alvin gue baru 17tahun!!!" Rajuk Sivia memukul dada Alvin.
"Terus?" Alvin menaikkan sebelah alisnya.
"Gue kan belum pengalaman terus blm siap buat punya...."
"Punya?"
"Punya...anak" pipi Sivia memerah.
Alvin tertawa mengacak rambut Sivia. "Gue bercanda ko! Gue mau nikah sm lo tapi nanti kalo kita udh sama sama siap." Sivia cemberut tapi perlahan wajahnya kembali sedih.
"Kalo bokap gue gamau jadi wali gue gmna Vin? Terus apa ortu lo setuju?" Ucap Sivia
"Jangan pikirin gue, kalo ortu lo cuek aja apa salahnya kita ngambil keputusan sendiri?"
"Kadang gue pngen ngerasain Vin perhatian orang tua. Dmna gue jd anak yg di banggkan dan disayang. Bukan kaya gini di telantarkan dan ga ada yg mengakui." Setitik air mata jatuh di pipi Sivia kembali.
"Via percaya ada tuhan kan? Via harus tau selama hidup Via itu ga akan menderita pasti ada kebahagiaan yg trselip meskipun sedikit" Jelas Alvin lembut. Namun Sivia tetap diam.
"Suatu saat kebingungan lo sakit hati lo semua nya akan terjawab Vi kita cuma mesti sabar. Ada gue juga yg mau bersabar demi lo." Ucap Alvin. Tapi Sivia masih terlihat terdiam kini malah memandang wajah tampan Alvin. "Mana senyuman manismu dulu tunjukkan itu padaku Usaplah air matamu lalu bilang bahwa kau mampu.." Alvin melanjutkan nyanyiannya dengan senyuman terbaiknya. "Berjalanlah walau tertatih sayang. Hadapi dunia dengan senyuman. Di sini ku ada untukmu genggam tangan kita bersenang-senang." Alvin memegang kedua tangan Sivia menatapnya penuh pancaran kelembutan. Sivia langsung menghambur dalam pelukan Alvin dan tersenyum manis disana.
"Alvin adalah segala galanya buat Via tuhan. Jaga Alvin selalu buat Via." Batin Sivia memejamkan matanya mencoba menghirup harum tubuh Alvin.
Mira Alvinoszta
“Berhenti menggangguku, berhenti mengusik hidupku lagi. Aku muak denganmu! Aku muak!”
Laki-laki itu tersenyum sinis. Menatap perempuan paling kacau yang pernah ia kenal di depannya dengan mata tajamnya. Ia menatap perempuan itu lekat-lekat, dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Aku hanya ingin selalu melihatmu, sebelum neraka melahap tubuhku. Apa kau tak mau mengerti aku sedikit saja?”
“Aku tak peduli, lebih baik kau segera pergi. Biarkan aku tenang dengan hidupku yang sekarang!”
“Aku tak mau sayang, menyisakan waktuku hanya untuk berdiam diri di tempat terkutuk itu.”
“Apa kau lupa, bahwa kau pernah menciptakan neraka dunia untukku dulu? Dan sekarang giliranmu untuk merasakan neraka yang sebenarnya.”
“Bukan sayang, aku tak bermaksud seperti itu dulu. Kumohon maafkanlah aku. Aku ingin bersamamu sekali lagi.”
“Baiklah, jika itu maumu.”
Dor.
Dor.
Mira Alvinoszta
Aku tidak pernah berharap lebih (lagi) padanya. Aku tau aku tak lagi menjadi kristal berharga di hatinya. Yang harus selalu ia jaga dan lindungi agar tak tersentuh jemari kotor orang lain. Yang harus selalu ia tatap setiap saat untuk sekedar menghilangkan kerinduannya.
Aku tau, bahwa aku tak berhak lagi menjadikannya mimpi-mimpi indah yang aku harapkan setiap aku memejamkan mata. Aku tau, aku tak berhak lagi menyelipkannamanya dalam setiap alunan doaku pada-Nya. Aku tau, bahwa kita telah terpecah, terbelah menjadi dua kubu. Aku dan kamu.
“Aku benci liat kamu lebih suka bermain dengan teman-temanmu daripada menemaniku latihan ngeband.”
Mira Alvinoszta
Ia menatap tumpukan buku-bukunya di rak buku kecil itu. Warna-warni sampul bukunya memberinya “sesuatu” yang lain. Layar laptop di depannya yang sedang memutar sebuah film favoritnya –yang sudah ia tonton ratusan kali– ia abaikan. Buku-buku saling berjejer dan memperlihatkan ketebalan yang beragam. Mulai dari yang puluhan halaman sampai ratusan.
Mereka tak hanya sebatas buku usang yang teman-temanku remehkan.
Tiba-tiba saja, sebuah ide gila melintas di benaknya. Ia harus melakukan sesuatu dengan buku-buku itu! Ia harus membuktikan pada teman-temannya bahwa buku-buku yang selama ini ia baca tak sekedar bacaan di waktu kosong.
Ia harus meledakkan sesuatu dengan buku itu!
Caitlyn Alvia
“Aku tidak mau!” Sivia bersikeras mengatakan pendapatnya.
“Aku tidak peduli kau mau atau tidak, yang pasti kau harus ikut bersamaku kesana nanti malam!” Ujar Alvin dingin. “Tidak ada penolakan!” lanjutnya lagi begitu Sivia akan membuka mulut.
Sivia cemberut dan melangkah mundur sebelum akhirnya menghempaskan tubuhnya ke ranjang king size milik pria oriental yang sedari tadi memaksakan kehendak padanya itu. Mungkin Alvin adalah satu-satunya pria paling egois, arogan, keras kepala juga angkuh yang pernah Sivia kenal seumur hidupnya. Sayangnya dia sudah terlanjur terikat untuk bisa menjauh darinya. Terlanjur terjerat dalam pesona cinta sang penakluk wanita. Cincin yang melingkar di jari manisnya membuktikan ikatan itu.
“Kenapa tidak bersama selirmu yang lain saja? Kau tinggal tunjuk gadis manapun untuk menemanimu nanti malam, Alvin Cassanova,” Sivia masih mencoba peruntungannya pada Alvin, sambil menyebutkan nama lengkap pria satu itu. Alvin si cassanova.
“Aku maunya dirimu, Sivia Cleopatra!”
Sivia mendengus kesal mendengar Alvin menyebut nama lengkapnya. Sifatnya persis namanya, penakluk laki-laki. Sayangnya, pelabuhan terakhirnya justru pada si cassanova ini. Hukum karma? Entahlah.
“Kenapa kau begitu bersikeras mengajakku, sih? Biasanya juga kau lebih memilih Zahra, Shilla, atau Prissy untuk menemanimu dalam perjamuan bisnis. Kau bilang mereka lebih berkelas dibanding aku. Tumben sekali malam ini kau berniat mengajakku?” Sesungguhnya ada sedikit penolakan dalam hatinya begitu bibirnya menyebut nama-nama perempuan yang sering berada di sisi pria egois itu. Selalu ada bagian dalam dirinya yang menjerit menolak keberadaan wanita-wanita itu disisi prianya.
“Apa salahnya aku mengajak istriku sendiri? Dan siapa bilang mereka lebih berkelas dibanding dirimu? Sejujurnya, alasanku menyimpanmu dirumah adalah karena kau milikku. Kau milikku. Tentu saja aku tidak membagi milikku dengan orang lain. Kukira kau sudah mengenalku dengan cukup baik, eh?”
Sivia lagi-lagi mendengus mendengar jawaban konyol Alvin, tapi dalam hati dia membenarkan juga. Alvin memang seeogis seperti yang diucapkannya –dia tidak suka membagi milik pribadinya kepada publik. “Dan kenapa malam ini kau berubah pikiran?” tanyanya sarkastis. Kedua tangannya bersedekap di dada.
“Tidak ada yang lebih menarik perhatianku dalam hal apapun selain dirimu, istriku. Dan kurasa sudah saatnya publik mengetahui siapa wanita beruntung yang bisa mendampingi Alvin Cassanova. Hanya supaya tidak ada lelaki lain yang bisa mengincarmu lagi. Aku sudah cukup tau sepak terjangmu dengan lelaki selain aku, dan akan kupastikan mulai detik ini hanya aku satu-satunya lelaki yang boleh berada disampingmu.”
Sivia mencibir. Dasar lelaki egois.
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar