FF Special #3asANH
[Karya: Desmira Feri S]
Sivia terkejut
ketika dirinya tahu-tahu terbangun di sebuah kamar mewah yang sama
sekali tak dikenalinya. Sebuah kamar besar bergaya Eropa dengan warna
putih gading yang mendominasi. Dindingnya terbuat dari beton tebal.
Pintunya lebar dan tinggi, cukup untuk memasukkan seekor jerapah.
Lantainya terbuat dari marmer. Ada satu jendela besar dan panjang di
belakang ranjang tempat Sivia tidur. Dan ketika Sivia melongok keluar
jendela itu, jantungnya hampir saja lepas. Kalau-kalau Sivia lupa ini
sebuah rumah, dia mungkin akan berfikir dia sedang ada di sebuah pesawat
yang sedang terbang. Sivia hampir tidak bisa melihat rumah-rumah di
bawah sana saking tingginya bangunan ini.
Dan, oh, tunggu. Gaun
yang melekat di tubuhnya! Dia tidak pernah merasa punya gaun tidur
seindah dan senyaman ini. Yah, dia memang seorang putri, tapi sungguh,
semua gaun tidurnya sudah membuat dia bosan. Tapi ini? Punya siapa? Dan
yang paling penting, SIAPA YANG MENGGANTI BAJUNYA DENGAN GAUN TIDUR INI?
Sivia
sedang mencoba untuk tidak berfikiran buruk ketika pintu kamar yang
besar dan tinggi itu terbuka. Sesosok manusia masuk dengan selusin
penjaga dan pelayan rumah di belakangnya. Sivia tidak bisa mengenalinya.
Dia memakai jubah hitam lengkap dengan penutup kepala. Setengah
wajahnya tertutup slayer hitam. Otomatis Sivia cuma bisa melihat
matanya.
Tidak mungkin! Mata itu...
“Ternyata lo udah
bangun? Gimana tidurnya? Kebo banget, sih, lo jadi cewek?” sesosok
manusia yang ternyata cowok itu duduk di sebuah kursi tepat di depan
ranjang Sivia.
Dia lalu menjentikkan jarinya, dan setengah lusin
pelayan rumah yang dia bawa mendekati ranjang Sivia. Pelayan pertama,
mengikat rambut Sivia yang terurai sampai ke punggung. Pelayan kedua,
menggulung lengan baju Sivia sebatas siku. Pelayan ketiga menyingkap
selimut dari badan Sivia. Pelayan keempat, menaruh meja makan lipat di
depan Sivia. Pelayan kelima, menaruh makanan dan minuman ke meja itu.
Dan yang terakhir, menyerahkan sendok dan garpu ke Sivia sambil
mempersilahkannya makan.
Sivia sampai pusing melihat pertunjukkan di depannya. Please, di istananya saja, dia tidak pernah dilayani seberlebihan ini.
“Lo siapa?” Akhirnya, bisa juga Sivia bersuara setelah sejak tadi bengong di depan orang-orang asing ini.
“Gue?...” cowok itu menunjuk dirinya sendiri, “takdir lo.”
“Ha?”
Cowok
itu mendekat ke arah Sivia sambil lagi-lagi menjentikkan jarinya.
Selusin pelayan dan penjaga itu kemudian keluar dan menutup pintu kamar.
Oh, tidak...
“Lo nggak ngerti apa itu takdir? Oke. I’m your destiny. Ngerti?”
Sivia
menggeleng. Dan tiba-tiba saja cowok itu tertawa keras sampai duduk
terbungkuk-bungkuk di depan Sivia. Apanya yang lucu coba?
“Lo lucu banget, sih. Gue boleh ya, nyium lo?”
Hei,
hei, hei. Apa-apaan, sih, ini cowok. Sembarangan saja dia bilang
begitu. Dia nggak tahu sedang berhadapan dengan siapa rupanya. Asal dia
tahu, Sivia itu seorang putri, princess.
PRINCESS!
Mana boleh dicium sama sembarang cowok.
“Lo kalo ngomong jangan sembarangan, ya. Lo nggak tahu siapa gue?”
“Tahu kok, makanya gue berani ngomong gitu.”
“Maksud lo?”
“Ya
karena lo takdir gue, makanya gue boleh nyium lo. Boleh, ya?” Cowok itu
semakin mendekat, kedua matanya mengerling lucu. Sivia merangsek
mundur. Merapat ke sandaran tempat tidur.
“Heh. Jangan sembarangan, ya, lo. Gue jago karate tahu.”
“Sama, gue juga. Nggak cuman karate, sih. Gue juga bisa silat, taekwondo, judo, kungfu. Sumo juga bisa. Kapan-kapan kita battle mau?”
Sableng ini cowok.
“Lo siapa, sih? Gue lagi dimana? Kenapa gue bisa disini? Kemana orang tua gue?”
Mata cowok itu tiba-tiba meredup. Tapi sedetik kemudian kembali bersinar. Bukan saat yang tepat, pikirnya.
“Mending sekarang lo makan.” Cowok itu menyodorkan meja makannya.
“Nggak mau. Gue nggak mau makan sebelum lo ngasih tahu siapa lo.”
Cowok itu mengangguk-angguk, sok mikir. “Lo beneran mau tahu siapa gue?”
Sivia mengangguk.
“Lo beneran mau lihat wajah gue?”
Sivia mengangguk lagi. Mulai kesal.
“Tapi gue nggak tanggung jawab, ya, kalo habis itu lo tiba-tiba naksir atau bahkan tergila-gila sama gue?”
Sivia mengangguk lagi.
Sambil pengen muntah.
“Oke, kalo itu yang lo mau.”
Dalam
satu tarikan, cowok itu melepas penutup kepala dan slayernya. Giliran
Sivia yang tiba-tiba kaku melihat wajah cowok di depannya. Wajah cowok
itu bersinar. Benar-benar bersinar. Yah, Sivia lupa kalau matahari pagi
di luar sana sedang naik dan cahayanya masuk ke jendela di belakangnya.
Tapi
bukan itu yang membuat Sivia diam. Bukan itu. Tapi wajah itu. Wajah
itu, Sivia pernah melihatnya. Tapi, dimana dan kapannya, Sivia sama
sekali lupa.
“Kan. Apa gue bilang. Lo pasti jadi diem gitu gara-gara naksir mendadak lihat wajah gue. Iya, kan?”
Ingin rasanya Sivia nonjok wajah cowok itu. Tapi, sekarang tangannya benar-benar tidak bisa digerakkan. Lagian, Sivia bukan princess yang sekejam itu sama orang lain. Apalagi orang lain itu tampan, saaaaaangat tampan.
Tapi,
ketampanan cowok ini beda. Dia, seperti bayi berukuran besar. Wajahnya
lonjong, dengan kulit putih bersih dan hidung mancung. Kedua matanya
berwarna biru, mengingatkan Sivia akan laut yang sangat tenang. Dan
ketika kau melihat wajahnya yang lucu itu, pasti rasanya pengen nyubit.
Kayak Sivia sekarang. Bukan nyubit, sih, tapi nonjok.
“Gue...,
pernah lihat lo.” Terbata, Sivia menatap lurus-lurus wajah cowok itu.
Sambil berusaha mengumpulkan memorinya tentang wajah yang familier ini.
Cowok itu menjentikkan jarinya lagi sambil tersenyum. “Tepat sekali. Gue seneng lo masih inget gue.”
“Memangnya kita pernah ketemu?”
“Bukan pernah, tapi sering.”
“Tapiii, kenapa gue sama sekali nggak inget? Dimana kita pernah ketemu?”
Cowok
itu tersenyum lembut sambil meraih tangan Sivia dan menaruhnya di atas
meja. Sivia diam dengan perlakuan cowok itu. Semua ini masih membuatnya
bingung. Dan dia sama sekali tidak bisa berfikir jernih.
“Mending sekarang lo makan dulu. Abis itu, gue bakalan ceritain semuanya, ya?”
“Tapi, Alvin, sebenernya apa yang terjadi sama gue?”
Cowok itu terkejut. Dia menatap Sivia sambil tersenyum lebar. “Gue nggak nyangka lo inget nama gue. Gue seneng banget.”
“Ah...” giliran Sivia yang terkejut dengan dirinya sendiri. Ngomong apa dia tadi? Dan kenapa dia bisa tahu nama cowok ini?
“Kok..., gue tahu nama lo? Lo tadi belom ngasih tahu gue, kan? Kenapa...”
Suara
Sivia mendadak hilang ketika sesendok penuh nasi masuk ke mulutnya.
Cowok itu nyengir. “Lo makan dulu aja. Nanya-nanyanya ntar. Oke?”
Sivia merengut.
***
Sivia
menghampiri Alvin yang tengah berdiri di pembatas balkon kamar. Tadi
dia dipaksa makan sama Alvin. Dan setelahnya, dia harus mandi dengan
ditunggui oleh setengah lusin pelayan perempuan Alvin di depan pintu
kamar mandi. Waktu ganti bajupun, pelayan-pelayan itu sama sekali tidak
mau pergi. Sivia jadi tahu kalau pelayan-pelayan itulah yang mengganti
bajunya dengan gaun tidur yang indah itu. Syukurlah!
Sivia
mengamati Alvin dari belakang. Punggung itu, kenapa Sivia begitu
familier? Dan kenapa Sivia bisa merasakan kalau punggung kokoh itu
pernah melindunginya? Sebenarnya ada apa? Alvin itu siapa?
“Sivia,
udah selesai?” Alvin menatap Sivia yang sedang melamun. Sivia tersenyum
kecil sambil mendekati Alvin. Dia harus mendapat penjelasan sekarang
juga.
“Emang, ya, takdir nggak pernah salah.” Alvin tersenyum
lembut sambil menyapukan punggung jari telunjuknya di pipi Sivia. Kaget,
Sivia mundur selangkah.
“Maksud lo?”
“Gue tampan, dan gue punya takdir secantik lo. Takdir emang selalu bener, kan?”
Cuih.
Sivia nggak butuh takdir-takdir itu. Sivia cuma butuh penjelasan.
“Gue butuh penjelasan sekarang juga. Gue pengen pulang dan ketemu orang tua gue. Dimana mereka, Alvin?”
Alvin duduk di sofa panjang di depan pintu balkon. “Duduk sini, Sivia.”
Sivia nurut. Duduk menghadap Alvin sambil memeluk lutut. Alvin tahu-tahu tersenyum melihat Sivia. “Kenapa senyum-senyum?”
“Gue jadi inget waktu pertama kali nemuin lo.”
“Oh ya?”
Alvin mengangguk. “Sivia, sebelum gue jelasin semuanya ke lo, gue mau nanya sama lo. Lo bener-bener nggak inget siapa gue?”
Sivia menggeleng. Alvin menarik nafas. “Tapi kenapa lo inget nama gue?”
“Nggak tahu, reflek aja nyebut nama lo tadi.”
Alvin tersenyum lagi. “Mungkin itulah yang namanya takdir.”
Aaah,
Alvin ini. Dari tadi ngomongnya takdiiiiiir terus. Sivia itu nggak
butuh takdir-takdiran, Sivia cuma butuh penjelasan. PENJELASAN!
“Karena
semuanya emang berawal dari takdir, Sivia, kenapa lo bisa disini.” Ujar
Alvin, seperti tahu apa yang sedang Sivia pikirkan.
“Iya-iya,
takdir. Oke, gue ngerti. Sekarang lo jelasin semuanya!” Sivia memilih
mengalah. Dia tidak mau tonjok-tonjokkan sama Alvin hanya gara-gara
debat masalah takdir.
“Lo bener-bener nggak inget pertama kali kita ketemu?”
Sivia
menggeleng pelan. Sungguh, dia tidak ingat apa-apa sekarang. Selain dia
adalah seorang putri dari sebuah polis. Dan dia masih punya orang tua
lengkap yang sekarang entah dimana.
“Berarti sihir dari Polis Barat memang benar.”
“Sihir?
Polis Barat?” Sivia makin bingung. Selain takdir, kenapa Alvin
menggunakan kata-kata yang sama sekali tidak Sivia pahami?
“Polis
Barat menggunakan salah satu sihir terlarang untuk menghilangkan ingatan
lo, Sivia. Supaya polis kita tidak bisa bersatu.”
“Jelasin dari awal, Alvin! Gue sama sekali nggak ngerti.”
“Begini. Polis kita, ditakdirkan untuk bersatu lewat kita...,”
“Maksudnya “kita”?” Sivia jadi ngeri dengan apa yang akan Alvin jawab. Jangan bilang kalau...
“Iya, kita bakalan mempersatukan polis kedua orang tua kita dengan pernikahan. Kita bakalan nikah.”
“Tapi, Alvin, kenapa gue...”
“Sivia,
tolong dengerin gue dulu. Jangan potong omongan gue sebelum gue selesai
cerita. Lo boleh nanya apa aja nanti kalau gue udah selesai. Mengerti?”
Sivia mengangguk.
Alvin
memulai cerita. “Di dunia kita, sejak dulu seluruh polis dipimpin oleh
dua polis lain sisi yang bersatu lewat anak-anaknya. Polis lo, Polis
Selatan dan polis gue, Polis Utara mendapat giliran memimpin selama abad
ketiga ini. Tapi, Polis Barat, yang selama abad kedua lalu memimpin
bersama Polis Timur, nggak pengen kekuasaannya hilang. Mereka pengen
terus memimpin, makanya mereka menyihir lo supaya lo kehilangan sebagian
ingatan lo. Lo cuma inget kalau lo itu adalah seorang putri dari Polis
Selatan. Lo sama sekali nggak tahu apa yang terjadi dengan polis-polis
lainnya. Dengan begitu, polis kita nggak akan bersatu dan memimpin
polis-polis lainnya.”
“Kenapa gue, Vin?”
“Karena lo bisa
melihat masa depan, Vi. Dan mereka tahu. Mereka lalu menghilangkan
sebagian ingatan lo, masuk ke alam bawah sadar lo dan mengubah sebagian
masa depan polis-polis di dunia kita.”
“Apa yang mereka ubah?”
“Mereka
mengubah masa depan dimana kedua polis kita memimpin. Mereka
mengubahnya dengan sebuah penyerangan ke polis lo. Saat itulah, gue
nemuin lo. Sedang duduk memeluk lutut sambil menangis ketakutan. Waktu
itu lo masih kecil, mungkin tujuh tahun.”
Sepuluh tahun lalu. Sivia mencoba mengingat semuanya. Tapi gagal. Malah kepalanya jadi terasa berat.
“Jangan, Sivia. Gue nggak mau lo kesakitan.”
Alvin mengenggam tangan Sivia yang mencengkeram kepalanya. Sakit. Kepala Sivia benar-benar sakit dan berat.
“Sini!”
Alvin
menarik Sivia ke sampingnya. Menaruh kepala Sivia ke pundaknya lalu
menepuk-nepuk lengannya. Sivia tersenyum kecil. Kenapa rasanya nyaman
sekali? Dan kemana rasa sakit yang tadi menyerang kepalanya?
“Gimana cara lo nemuin gue? Dan kenapa gue sama sekali nggak inget siapa lo?”
“Kita
emang nggak pernah ketemu secara langsung. Gue masuk ke alam mimpi lo,
Sivia. Gue waktu itu sedang jalan-jalan di alam mimpi. Lalu diantara
mimpi-mimpi banyak orang, gue melihat lo. Lo lagi nangis ketakutan. Gue
menghampiri lo. Dan waktu gue lihat wajah lo, gue langsung tahu kalo lo
adalah takdir gue. Tahu-tahu, lo meluk gue sambil nangis...”
“Apa? Gue langsung meluk lo?”
Alvin
tersenyum geli mengingatnya. Waktu itu Sivia benar-benar ketakutan. Dan
tahu-tahu tubuh Alvin ditubruk Sivia dan dipeluknya. Erat sekali.
“Iya,
mana lo peluknya kenceng banget lagi. Gue sampe sesak napas, tahu.”
Pelan, Alvin menjitak kepala Sivia. Membuat Sivia merengut.
“Terus, abis itu?”
“Abis
itu, gue sering banget masuk alam mimpi lo. Ngajak lo jalan-jalan
supaya lo nggak inget terus sama bayangan masa depan polis lo. Lo pernah
waktu itu minta gue buat gendong lo di punggung. Tahu nggak? Ternyata
kecil-kecil begitu, badan lo tu berat, tahu.”
Sivia merengut lagi. Iya, badan dia memang kecil tapi berisi. Dia memang punya hobi makan, sih.
Ah, pantas saja Sivia seperti pernah memeluk punggung itu. Memang benar. Alvin pernah menggendongnya di punggung.
“Kenapa orang tua gue nggak berusaha ngubah masa depan itu lagi?”
“Nggak
semua penduduk polis punya kemampuan itu, Sivia. Hanya ada satu orang
yang bisa. Dan sayangnya, orang itu berpihak ke Polis Barat.”
“Apa orang tua gue tahu semua ini?”
“Nggak. Sampai kejadian itu benar-benar terjadi...,”
“Maksud
lo?” Perasaan Sivia tiba-tiba takut. Dia menarik kepalanya dan menatap
Alvin yang sedang menunduk dan terlihat memikirkan sesuatu.
“Alvin, apa yang terjadi?”
“Kalo lo bisa lihat masa depan, maka gue bisa lihat masa lalu, Sivia. Semuanya.”
“Jadi, lo bisa ceritain semuanya ke gue?”
Alvin menggeleng. “Gue bakalan tunjukkin ke lo semuanya.”
Alvin
berdiri lalu menarik tangan Sivia. Dia memeluk pundak Sivia erat-erat.
Lalu, tahu-tahu tubuh Sivia serasa melayang di udara. Sekelilingnya
berubah. Bukan lagi balkon kamar yang tadi. Tapi Sivia ada di udara di
atas istananya sendiri. Istananya yang sedang diserang oleh orang-orang
yang tak dia kenali.
Seluruh bangunan istananya hancur. Hanya
tinggal menara tempat dia dan kedua orang tuanya tinggal. Lalu tiba-tiba
dia sudah berada disana. Menyaksikan kedua orang tuanya bertarung
melawan orang-orang asing itu. Lalu dia melihat dirinya sendiri, sedang
tertidur di ruangan lainnya yang dia kenali sebagai kamarnya. Lalu
tiba-tiba ada Alvin yang datang dari jendela kamarnya dan langsung
membawanya keluar. Alvin tiba-tiba terjun dari menara setinggi seratus
meter itu dengan Sivia yang tertidur di pundaknya. Dan entah bagaimana
caranya, tahu-tahu mereka sudah ada di atas punggung seekor kuda putih.
Lalu
keadaan berubah. Mereka ada di luar istana Sivia lagi. Semua
bangunannya hancur. Tubuh-tubuh yang mungkin sudah tak bernyawa
tergeletak dimana-mana. Tapi orang-orang asing itu masih saja
menghancurkan semuanya. Mereka seperti sedang mencari sesuatu. Atau
seseorang...
Tepat saat tubuh Sivia limbung karena lemas, semuanya menghilang. Dia berada di balkon kamar rumah Alvin lagi.
“Alvin..., rumah gue...,”
“Tenang,
Sivia. Keadaan yang sekarang udah jauh lebih baik. Istana lo sedang
dalam proses pemulihan sekarang.” Alvin menahan tubuh Sivia, lalu
membimbingnya kembali duduk di sofa.
“Ayah..., Ibu...,”
“Mereka baik-baik aja. Mereka sedang dirawat disini.”
“Gue
mau lihat mereka, Alvin. Dimana mereka?” Sivia berontak dari pelukan
Alvin. Tapi tubuhnya yang masih lemah karena pemandangan mengerikan yang
dia lihat tadi membuatnya kembali terduduk di sofa.
“Mereka baik-baik aja, Sivia. Lo nggak usah khawatir. Ahli pengobatan istana gue melakukan tugasnya dengan baik.”
“Tapi, kenapa orang-orang tadi masih ada di istana gue? Bukankah semuanya udah hancur?”
“Karena mereka belum menemukan yang mereka cari.”
“Apa?”
“Bukan
apa, tapi siapa. Mereka nyari lo, Sivia. Dengan membunuh lo, polis kita
tidak bisa bersatu dan mereka bisa berkuasa lagi.”
“Jadi, lo udah nylametin gue dan semua polis dari kejahatan Polis Barat?”
“Yaah, bisa dibilang begitu.”
Alvin
memutar tubuhnya hingga menghadap Sivia. Dia meraih kedua tangan Sivia
dan menggenggamnya. “Sekarang, cuma satu yang bisa lo lakuin agar dunia
kita tetap selamat.”
“Apa?”
“Nikah sama gue. Ayo!” Alvin berdiri dan menggandeng Sivia keluar kamar. Sivia terbengong-bengong sampai bingung mau bilang apa.
“Sekarang?”
“Iya. Di depan kedua orang tua kita. Mereka ada dibawah. Mereka pasti seneng lo udah siuman, dan...”
Sivia
tidak lagi mendengar apa yang Alvin ucapkan. Yang ada di benaknya
sekarang adalah masa remajanya yang akan direnggut oleh Alvin. Oh, come on,
dia baru tujuh belas tahun, dan harus menikah di usia segitu? Dengan
orang yang baru saja dia temui hari ini (kalau di alam mimpi tidak bisa
dibilang bertemu)?
Sivia pasrah. Menatap tangan kanannya yang digenggam Alvin dengan perasaan campur aduk.
END.
P.S.
Polis adalah negara kota di wilayah Yunani. Contoh: Athena, Sparta, dll.
Rabu, 28 Mei 2014
If You Earn Me [13]
Title : If You Earn Me
Author
: Rosita Dinni
Genre
: Romance
Cast
: Alvin Jonathan, Sivia Azizah and others
Sivia duduk di atas kasur sambil membaca novel yang baru ia beli tadi siang. Tidak seperti biasanya, sivia menghabiskan waktu satu jam hanya untuk membaca sepuluh halaman novel itu. padahal biasanya sivia sudah menghabiskan satu novel hanya dalam dua sampai tiga jam. Bagaimana tidak, kali ini sivia membaca novel sambil berkali-kali mengecek ponselnya yang ia letakkan di dekatnya.
Sivia buru-buru mengambil ponselnya begitu mendengar ponselnya itu berbunyi. Sivia menghela nafas kecewa melihat pesan masuk bukan dari yang ia harapkan. Yah, sivia sungguh mengharapkan pesan atau telpon dari alvin. Sudah hampir dua hari alvin tidak menghubunginya sama sekali pasca pertengkaran mereka di tempat makan waktu itu. Setelah mengantarkan sivia kembali ke butik untuk mengambil mobilnya, alvin tidak berkata apa-apa dan langsung pergi begitu saja. Dan sivia begitu tidak tenang dengan kondisi seperti ini. Alvin benar-benar marah!
Masa iya gue yang telpon duluan? Batin sivia menimbang. Gengsi sivia cukup besar untuk menghubungi alvin duluan, apalagi menurut sivia memang alvin yang terlalu berlebihan. Tapi jujur ia merindukan alvin. Sivia meletakkan novelnya dan akhirnya memilih membuka profil BBM alvin. Sivia merasa kecewa melihat alvin kini membiarkan display picturenya tanpa foto. Setelah itu sivia pun keluar dari aplikasi messenger dan membuka aplikasi twitter. Sivia langsung saja mengetikkan username akun alvin di kolom pencarian. Tapi sayangnya tidak ada tweet terbaru dari alvin. Bahkan tweet terakhir alvin ditulis hampir seminggu lalu.
azizahsivia: kangen!!
Setelah menulis satu tweet itu sivia keluar dari aplikasi sosial media itu dan memilih tiduran. Sivia hanya diam, bingung apa yang harus ia lakukan.
Tidak jauh berbeda dengan alvin. Ia kini sedang tiduran di kasur sambil menatap langit-langit kamarnya. Sudah dua hari ini ia tidak berkomuniasi dengan sivia sama sekali dan itu benar-benar membuat alvin frustasi. Ia begitu merindukan sivia, tapi ia juga tidak bisa hanya diam melihat pacarnya itu berfoto mesra dengan laki-laki lain apalagi dengan mantan pacarnya!
“Kenapa sih bos?” Tanya sion yang duduk di samping alvin sambil memakan snack dan tentu melihat tingkah laku alvin daritadi.
“Mikirin iyem lagi bos?” cakka yang sedang bermain playstasion dengan rio juga ikut menyahut.
“Gue ngerasa aneh aja.” Kata alvin yang masih tidak mengalihkan pandangannya dari langit-langit kamarnya.
“Aneh kenapa?” Tanya sion.
“Kalau dipikir-pikir sivia bener, ini cuma masalah sepele. Tapi tetep aja gue ngerasa kesel banget. Rasanya pingin marah-marah terus. Aneh gak sih gue?” setelah berkata, alvin menoleh ke samping dimana sion yang malah tertawa.
“Apanya yang lucu?” tanya alvin menatap tajam ke arah sion yang akhirnya berusaha menghentikan tawanya.
“Hehe sorry bos. Makanya kalau sama cewek jangan suka cuma main-main aja. Nih gue kasih tau, yang lo rasain sekarang tuh namanya cemburu! Dan cemburu itu tanda cinta. Berarti lo bener-bener jatuh cinta sama si iyem bos!” kata sion tesenyum lebar. Tapi senyum itu tidak berlangsung lama karena alvin yang langsung memukul kepala sion.
“Pasti lah gue cinta sama cewek gue!”
“Beda bos! Sekarang pikir deh, kapan lo cemburu sama pacar-pacar lo sebelum ini?” kata sion.
“Bener kata sion bos. Lo kan cuma asal kalau nembak cewek. Asal dia cantik, seksi, famous, langsung lo tembak aja. Kalau udah diterima yaudah deh lo cuekin. Mana lo peduli kalau cewek lo foto sama cowok lain.” Cakka ikut menambahkan.
“Yaudah bos, telpon aja iyem. Lo gak takut si Gabriel deketin iyem?” kata rio yang menghampiri sion lalu merebut snack yang tengan sion nikmati.
“Iya bos, telpon iyem sana. Daripada keburu di rebut Gabriel. Kayaknya Gabriel masih ngarep sama iyem.” Kata cakka lagi.
Sivia menimbang-nimbang perkataan sahabat-sahabatnya. Alvin jadi semakin tidak tenang memikirkan Gabriel yang mencoba mendekati sivia lagi. Tidak berkata apa-apa lagi alvin langsung meraih kunci motor dan jaketnya. Sedangkan sion, cakka dan rio hanya senyum-senyum melihat alvin yang buru-buru pergi.
* * *
“Vi!” sivia yang sedang tiduran di kasur langsung menoleh melihat adiknya yang masuk ke kamarnya. Tidak lama ray sudah duduk manis di kasur sivia.
“Apa?” tanya sivia malas.
“Lo liat deh instagramnya marsha!” kata ray menyerahkan iPhonenya ke sivia. Sivia mengubah posisinya dari tiduran menjadi duduk dan melihat layar iPhone adiknya.
“Apaan nih?!!” sivia langsung emosi melihat akun instagram marsha yang baru saja mengunggah foto beberapa menit lalu. Itu adalah foto marsha dan alvin yang sedang selfie! Apalagi di foto itu terlihat marsha yang memeluk leher alvin dengan mesra!
“Lo udah putus sama alvin?” tanya ray. sivia pun menggeleng sebagai jawaban.
“Lo sih pake foto-foto sama Gabriel. Kalau alvin balikan sama marsha gimana?” kata ray.
“Terserah lah. Hak dia mau balikan sama marsha!” kata sivia.
“Lo rela emang? Lo sebenernya cinta gak sih sama alvin?!” ray jadi kesal dengan kakaknya yang seperti tidak peduli.
“Ya walaupun gue cinta tapi kalau dia gak cinta sama gue terus mau apa?! Tau ah!!” sivia mengembalikan iPhone ray lalu kembali tiduran dan memeluk gulingnya erat dengan wajah cemberut.
“Lagian marsha juga lebih cantik dari elo sih vi.” Kata ray sambil melihat-lihat foto marsha yang lainnya.
“Gue juga tau!!” kata sivia semakin berkaca-kaca mendengar kata-kata ray. Memang benar marsha jauh lebih cantik dari dirinya. Begitu juga mantan-mantan alvin yang lainnya. Sivia semakin yakin kalau alvin sekarang pasti baru menyadari bahwa ia benar-benar salah memilih sivia.
Ray yang melihat kakaknya sedih pun memilih keluar dari kamar sivia apalagi ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Ray langsung turun untuk membukakan pintu karena pasti sivia tidak dalam mood untuk membukakan pintu.
Sedangkan sivia akhirnya memasang earphone ke telinganya dan mendengarkan lagu dari iPod. Sivia memilih lagu mellow agar membuatnya bisa cepat terlelap. Tapi baru beberapa menit sivia memejamkan matanya ia merasakan kasurnya bergerak menandakan ada yang menduduki kasurnya.
“Lo liat foto marsha sendiri aja bisa kan?! Gue mau tidur ray!” kata sivia tanpa menoleh. Ia tetap pada posisinya yang menghadap ke tembok. Sivia dalam suasana hati yang kurang baik untuk menemani ray melihat-lihat foto marsha atau yang lainnya.
Sivia langsung membuka matanya begitu merasakan ada yang mengelus kepalanya lembut. Ray? tentu tidak mungkin! Sivia pun menoleh dan terkejut melihat Alvin yang duduk di tepi kasurnya sambil mengelus kepalanya.
“Alvin?” kata sivia mengubah posisinya menjadi duduk dan menghadap ke alvin.
“Hai.” Kata alvin tersenyum.
“Ngapain disini?” tanya sivia. Jujur ia benar-benar tidak menyangka alvin disini, dikamarnya. Tiba-tiba ia mengingat foto marsha tadi. Apa jangan-jangan alvin kesini untuk memutuskan hubungan mereka?
“Sorry ganggu, tapi ada yang bener-bener pingin aku omongin ke kamu.” Kata alvin. sivia langsung tersenyum miris mendengarnya. Sepertinya dugaannya memang benar.
“Aku udah tau.” Kata sivia sambil menunduk sambil memainkan ujung baju tidurnya.
“Udah tau?” Alvin menatap sivia heran.
“Aku gak apa-apa kalau itu yang kamu pingin. Lagian emang marsha jauh lebih baik dari aku.” Kata sivia.
“Marsha?” alvin mengangkat sebelah alisnya. Ia jadi bingung sendiri dengan arah pembicaraan ini.
“Iya.” Sivia mengangguk.
“Vi, Aku kesini mau minta maaf sama kamu. Aku sadar aku emang berlebihan. Aku cuma gak terbiasa cemburu. Dan cemburu rasanya bener-bener ngeselin. Aku minta maaf.” Kata alvin meraih tangan sivia dan menggenggamnya lembut.
“Minta maaf? Bukan minta putus?” tanya sivia. Alvin yang mendengarnya langsung terkejut. Darimana sivia mendapat pemikiran seperti itu?
“Enggak lah. Aku kesini mau minta maaf. Maafin aku…” kata alvin menatap sivia sungguh-sungguh. Sedangkan sivia langsung tersenyum, ia tidak menyangka ternyata alvin datang untuk meminta maaf. Sivia pun langsung mengangguk.
“Aku juga minta maaf.” Kata sivia yang dibalas anggukan oleh alvin. Setelah itu alvin langsung saja menarik sivia dalam pelukannya. Ia benar-benar merasa lega akhirnya ia dan sivia sudah baikan.
“Oh ya, kenapa kamu mikir aku mau putus? Dan kenapa tadi malah nyebut-nyebut marsha?” tanya alvin setelah melepaskan pelukannya. Memang ia jadi penasaran dengan apa yang membuat sivia mengira bahwa ia ingin putus.
“Tadi ray kesini nunjukin aku instagramnya marsha. Marsha baru aja ngupload foto dia sama kamu.” Sivia menjelaskan dengan cemberut.
“Foto apa? Aku gak pernah foto sama marsha.” Kata alvin.
“Bohong! Liat aja di instagramnya marsha!” mendengar kata-kata sivia akhirnya membuat alvin mengambil iPhonenya dan membuka aplikasi instagram.
“Kenapa?” tanya sivia melihat alvin yang hanya diam.
“Lupa password.” Kata alvin sambil nyengir. Memang sudah cukup lama ia tidak pernah membuka akun instagramnya. Alvin pun mencoba beberapa kata yang ia ingat. Dan setelah tiga kali mencoba akhirnya ia berhasil masuk ke akun instagramnya.
“Usernamenya marsha apa?” tanya alvin ke sivia.
“Ih kamu kan mantannya! Masa gak tau.”
“Masa mantan wajib tau username instagramnya.” Kata alvin.
“Sini.” Kata sivia akhirnya mengambil iPhone alvin dan mengetikkan username marsha. Tentu saja sivia ingat, sudah beberapa kali ia dan ray membuka akun instagram marsha.
“Nih!” sivia langsung menyerahkan iPhone alvin yang menunjukkan foto yang baru diunggah oleh marsha.
“Ini sih foto lama.” Kata alvin setelah melihat foto yang dimaksud sivia.
“Foto lama?”
“Iya. Ini foto waktu aku masih pacaran sama dia dulu.” Jelas alvin.
“Masa? Kenapa baru diupload sekarang sama marsha?”
“Ya gak tau. Yaudah nanti aku suruh dia hapus.” Kata alvin.
“Bener foto lama?” tanya sivia yang masih tidak percaya. Alvin yang melihat wajah cemberut sivia malah tersenyum.
“Iya sayaang. Kenapa? Cemburu?” tanya alvin menyeringai.
“Iya lah! Liat nih pake meluk-meluk segala!” kata sivia kesal. Alvin yang mendengarnya malah tertawa.
“Itu yang aku rasain waktu liat foto kamu sama Gabriel.” Kata alvin. sivia yang mendengarnya jadi terdiam.
“Maaf.” Kata sivia. Ia baru berpikir, kalau ia melihat foto alvin dengan gadis lain tentu sivia akan marah. Ia jadi merasa bersalah mengatakan alvin berlebihan saat itu.
“Udah lupain masalah itu. Kita kan baru baikan.” Kata alvin menarik bahu sivia dan merangkulnya sambil bersandar di tembok.
“Kapan kamu terakhir buka instagram?” tanya sivia setelah diam sesaat. Ia masih dalam posisi alvin yang merangkul pundaknya.
“Udah lama. Kenapa?”
Sivia tidak menjawab dan memperlihatkan layar iPhone alvin yang masih ia pegang. Alvin pun melihat layar iPhonenya dan terlihat foto-foto yang pernah ia unggah di instagram. Banyak sekali foto-foto ia bersama mantan-mantan pacarnya atau dengan gadis-gadis yang hanya sekedar pernah dekat dengannya.
“Siapa aja ini?” tanya sivia yang hanya berbasa-basi. Tentu ia sudah tahu cewek-cewek yang ada di instagram alvin dari Ray.
“Itu foto lama semua kok.” Kata alvin mengambil iPhonenya dan langsung menghapus foto-fotonya dengan mantan-mantannya.
“Kenapa dihapusin? Aku kan cuma tanya itu siapa aja.” Kata sivia yang sebenarnya senang melihat alvin menghapus foto-foto itu dari akun instagramnya.
“Mantan aku. Sumpah aku udah lama gak buka instagram. Jangan marah…” kata alvin. Ia takut sivia marah.
“Aku gak marah. Lagian kenapa dihapus, kan sayang fotonya bagus-bagus.” Kata sivia.
“Ini foto lama sayang.” Kata alvin akhirnya selesai menghapus foto dirinya dengan mantannya dan menyisakan foto dirinya sendiri dan beberapa foto lain.
“Yaudah aku pinjem lagi.” Kata sivia mengambil iPhone alvin lagi dan langsung membuka aplikasi kamera.
“Sama aku.” Kata alvin langsung saat melihat sivia akan melakukan self camera. Sivia pun mengarahkan kamera depan iPhone alvin hingga menampilkan wajah mereka berdua. Mereka pun sama-sama tersenyum ke kamera.
Dan seperti biasa, mereka pun terus ber-selfie ria. Hingga beberapa menit kemudian mereka pun berhenti dan memilih untuk melihat hasil foto mereka. Mereka tersenyum melihat foto-foto mereka. Apalagi melihat beberapa foto terakhir yang mereka ambil membuat wajah sivia bersemu merah. Di foto itu alvin terus berpose dengan mencium pipi sivia. Tidak hanya sivia, alvin juga tersenyum melihat foto-foto itu.
Setelah melihat-lihat, alvin memilih satu foto untuk diupload di akun instagramnya. Tentu saja alvin memilih foto dimana ia tengah mencium pipi sivia sedangkan sivia memejamkan matanya sambil tersenyum.
“Jangan itu yang diupload!” kata sivia dengan wajah merah. Apalagi alvin yang menambahkan tulisan ‘my beautiful girl.’.
“Ini baru foto yang bagus.” Kata alvin menyeringai melihat foto itu sukses diupload. Sedangkan sivia pun akhirnya hanya bisa tersenyum malu dengan wajah yang semakin memerah. Alvin yang melihatnya menjadi semakin gemas dan akhirnya kembali mencium pipi sivia untuk yang kesekian kalinya.
“I love you.” Bisik alvin setelah mencium pipi sivia. Tentu saja sivia semakin merona mendengar kata-kata alvin. sivia menolehkan wajahnya menghadap alvin yang ternyata belum menjauhkan wajahnya membuat wajah mereka kini berhadapan sangat dekat. Sivia menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat alvin yang telihat memajukan wajahnya dengan perlahan. Hingga akhirnya ia merasakan bibir alvin yang menempel di bibirnya. Secara reflek sivia memejamkan matanya merasakan bibir alvin yang mulai bergerak lembut dibibirnya.
Ini memang bukan ciuman pertama sivia, Ia pernah berciuman dengan Gabriel dulu saat masih SMA. Tapi ciuman Gabriel dulu tak seintens ciuman alvin yang sekarang. Dulu ciuman mereka hanya sekedar bibir bertemu bibir dan sangat singkat. Sedangkan kini ciuman alvin begitu intens dan sivia bingung untuk mengikutinya. Tapi sivia mencoba menyesuaikan gerakan bibirnya dengan alvin. Hingga kini lidah mereka saling membelit. Kepala sivia terasa pusing merasakan sensasinya. Sivia benar-benar tidak menyangka mereka kini melakukan frenchkiss!
If You Earn Me [12]
Title : If You Earn Me
Author
: Rosita Dinni
Genre
: Romance
Cast
: Alvin Jonathan, Sivia Azizah and others
Untuk kesekian kalinya alvin membuka recent update lalu membuka profil BBM Gabriel. Alvin kembali membuka display picture Gabriel yang baru saja diganti untuk ketiga kalinya. Dan lagi-lagi Gabriel memasang foto dirinya dengan sivia. Alvin heran, apa Gabriel tidak melihat display picturenya? Buktinya Gabriel malah lagi-lagi mengganti display picturenya dengan sivia. Alvin menekan tombol back begitu ia mendapat BBM masuk.
Cakka Nuraga:
Bos, DPnya Gabriel bukannya sama si iyem?
Alvin Jonathan:
Mungkin
Hingga beberapa menit kemudian Cakka tidak kunjung membalas BBM alvin membuat alvin memutuskan untuk meletakkan ponselnya dan menyalakan televisi. Tetapi baru saja alvin menekan tombol turn on pada remote, smartphonenya kembali berbunyi.
Cakka Nuraga:
Gabriel malah tanya ke gue dp lo sama siapa bos
Alvin Jonathan:
Lo jawab apa
Dan lebih dari lima menit cakka belum juga membalas BBMnya.
Alvin Jonathan:
PING!!!
Alvin Jonathan:
PING!!!
“Cakka sialan.” Umpat alvin melihat cakka bahkan belum membaca BBMnya. Alvin pun kembali meletakkan smartphonenya dan mengganti channel televisi.
* * *
Seperti biasa, setelah terbangun dari tidurnya sivia pun buru-buru mengambil ponselnya. Ia tersenyum begitu melihat beberapa panggilan tidak terjawab dan BBM dari alvin.
Alvin Jonathan:
Sayaang
Alvin Jonathan:
PING!!!
Alvin Jonathan:
PING!!!
Alvin Jonathan:
PING!!!
Sambil tersenyum sivia pun membalas BBM Alvin. Sivia membayangkan alvin yang panik. Memang kebiasaan alvin yang suka panik sendiri jika sivia tidak kunjung membalas BBMnya. Seperti kemarin, alvin langsung saja ke rumah sivia pagi-pagi karena sivia lupa membawa ponsel sehingga tidak membalas pesan dan telpon dari alvin.
Sivia Azizah:
Sorry kemarin udah tidurr
Setelah membalas BBM alvin, sivia baru sadar alvin mengganti display picturenya. Karena memang setahu sivia, alvin lebih sering membiarkan display picture BBMnya tanpa foto. Sivia pun membuka profil alvin dan melihat display picture alvin. Sivia tidak bisa menahan senyumnya begitu melihat foto yang dijadikan alvin display picturenya. Sivia tentu ingat foto itu. Itu foto dirinya dan alvin saat di warung di depan sekolah alvin. Setelah menyimpan foto itu sivia pun menekan tombol back untuk melihat BBM yang baru masuk. Dan yah, alvin yang baru saja membalas BBMnya.
Alvin Jonathan:
Dasar kebo! Kemarin kan baru tidur dikamar aku, baru pulang udah tidur lagi
Sivia tersenyum membaca BBM alvin. Sivia jadi ingat saat ia di rumah alvin. Setelah mengobrol dengan alvin tiba-tiba saja ia sudah tertidur. Mungkin gara-gara ia bangun terlalu subuh untuk jogging dengan ify kemarin.
Sivia Azizah:
Biarin sih orang ngantuk. Daripada kayak kalong!
Alvin Jonathan:
Siapa kayak kalong?!!!
Sivia cekikikan melihat balasan alvin yang alay. Sivia memang sering memanggil alvin dengan sebutan kalong karena kebiasaan alvin yang suka tidur sangat malam.
Sivia Azizah:
Pake nanya! Ehh bagi foto doong
Alvin Jonathan:
Foto apa?
Sivia Azizah:
Yang di dp kamu
Alvin Jonathan:
Ambil aja dari dp
Sivia Azizah:
Yang lain maksudnya!!!
Alvin Jonathan:
Bilang dong
Setelah itu alvin pun mengirim foto yang ia masukkan ke dalam smartphonenya kemarin malam ke sivia lewat BBM. Sivia pun langsung menyimpan semua foto yang di kirim oleh alvin. Hingga sivia membuka foto terakhir yang dikirim alvin membuat sivia langsung menyerngitkan keningnya. Itu foto alvin sendiri yang sedang selfie! Sivia tersenyum geli melihat komentar di samping foto itu. “Bonus foto cowok cakep ;-)”
Sivia Azizah:
Bonusnya dikembaliin aja
Alvin Jonathan:
Kenapa
Sivia Azizah:
Banyak virusnya. Bikin hp langsung error nih
Alvin Jonathan:
Jahat banget
Sivia Azizah:
Hahaha udah berangkat sekolah?
Alvin Jonathan:
Ini udah di kelas. Nanti sore di rumah?
Sivia Azizah:
Aku ke butik tante ira
Alvin Jonathan:
Yang dimana?
Sivia Azizah:
Yang deket rumah aku
Alvin Jonathan:
Nanti ketemu disana
Sivia Azizah:
Ok!
Setelah membalas BBM alvin, sivia meletakkan smartphonenya diatas kasur dan beranjak menuju kamar mandi karena beberapa jam lagi ia harus pergi ke kampus.
* * *
Sivia Azizah:
Ok!
Alvin sudah akan membalas BBM dari sivia itu sebelum cakka masuk kelas dan duduk di bangkunya yang tepat di belakang alvin. Alvin pun memutar duduknya hingga menghadap ke cakka.
“Kenapa bbm gak lo bales?” tanya alvin langsung.
“Hehe ketiduran bos.” Jawab cakka sambil nyengir.
“Gimana? Lo bales apa?” tanya alvin lagi.
“Nih baca aja sendiri. Gue mau nyalin PR dulu bos.” Cakka menyerahkan ponselnya ke alvin dan buru-buru mengeluarkan buku tugasnya lalu ikut bergabung dengan sion yang sedang mengebut untuk menyalin PR. Sedangkan alvin pun langsung membuka aplikasi messenger di ponsel cakka.
Gabriel Steven:
DP alvin sama siapa?
Cakka Nuraga:
Ceweknya lah
Gabriel Steven:
Namanya?
Cakka Nuraga:
Sivia
Gabriel Steven:
Jadi sivia ceweknya alvin?
Cakka Nuraga:
Yep. DP lo sendiri sama sivia tuh?
Gabriel Steven:
Yoi. Serius sivia ceweknya alvin?
Cakka Nuraga:
Gak percaya amat. Emang kenapa? Naksir sivia lo?
Sivia mengerutkan kening melihat Gabriel yang hanya membaca BBM dari cakka itu tanpa membalasnya. Padahal alvin penasaran juga. Apa Gabriel naksir sivia? Emang mereka kenal darimana? Terus kenapa di foto keliatan deket banget? Dan berbagai pertanyaan yang muncul di pikiran alvin membuat alvin jadi tidak tenang.
Sepulang sekolah alvin harus mengikuti ekstrakurikuler futsal hingga sore. Setelah itu alvin pulang untuk mandi. Setelah siap alvin pun pergi ke butik mamanya yang ada di dekat kawasan rumah sivia. Dan benar saja, di parkiran butik mamanya sudah ada mobil sivia yang terparkir rapi. Setelah memarkirkan motornya, alvin pun masuk ke butik itu. alvin memilih untuk langsung ke ruangan mamanya dan benar saja, sivia dan mamanya sedang mengobrol didalam sana.
Setelah menyapa mamanya alvin langsung saja mengajak sivia pergi. Sedangkan sivia hanya menurut dan mereka pun pergi dengan motor alvin. Hingga mereka sampai di salah satu tempat makan yang cukup dekat dengan butik mama alvin tadi.
“Siapa Gabriel?” tanya alvin langsung beberapa menit setelah mereka menghabiskan makanan mereka. Sedangkan sivia cukup kaget mendengar alvin menyebut nama Gabriel.
“Gabriel siapa?” tanya sivia memastikan.
“Gabriel steven, siapa kamu?”
“Mantan aku waktu SMA. Kenapa tiba-tiba nanya tentang Gabriel?” sivia malah balik tanya. Ia penasaran juga kenapa tiba-tiba alvin bertanya tentang Gabriel. Perasaan sivia, ia tidak pernah bercerita tentang Gabriel.
“Kapan kamu foto ini?” bukannya menjawab, alvin malah kembali bertanya sambil menunjukkan foto yang ia ambil dari display picture BBM Gabriel kemarin malam.
“Kamu dapet dari mana?” tanya sivia kaget juga melihat foto itu di ponsel alvin.
“Kapan kamu foto ini?” lagi-lagi alvin tidak menjawab dan mengulang kembali pertanyaannya. Ia jadi cukup kesal setelah mengetahui ternyata Gabriel memang mantan sivia walaupun alvin sempat menduganya.
“Kemarin.” Jawab sivia akhirnya.
“Kemarin?” tanya alvin.
“Iya, kemarin kan aku sempat bilang ke kamu kalau aku ketemu temen lama.”
“Kamu gak bilang kalau kamu ketemu mantan kamu dan foto-foto sama mantan kamu!” sivia cukup terkejut mendengar nada suara alvin yang kian meninggi. Karena baru sekali ini alvin seperti itu.
“Vin, kita cuma foto. Kenapa kamu jadi marah-marah?” Kata sivia.
“Pacar aku foto sambil rangkulan sama mantannya dan kamu masih tanya kenapa aku marah?!” lagi-lagi sivia terkejut karena alvin yang membentaknya.
“Aku gak maksud gitu! Gabriel yang tiba-tiba ngerangkul aku!”
“Kamu bisa ngelarangnya! Dan kamu kira aku gak liat kamu malah senyum-senyum di foto itu?!”
“Itu cuma sekedar foto sama temen, gak lebih! Kamu yang melebih-lebihkan masalah tau gak!” sivia jadi terpancing emosi mendengar omongan alvin.
“Oke.” Kata alvin dengan wajah datarnya langsung berdiri dan membayar makanan mereka.
If You Earn Me [11]
Title : If You Earn Me
Author
: Rosita Dinni
Genre
: Romance
Cast
: Alvin Jonathan, Sivia Azizah and others
Sivia berjalan menuju ruang tamu dengan gugup. Dan benar, alvin memang berada disana. Sivia pun berjalan mendekat dan langsung menyerngitkan keningnya melihat majalah yang sedang alvin baca.
“Aku gak tau kamu suka baca majalah fashion cewek.” Kata sivia sambil duduk di sofa dekat alvin. Alvin terlihat terkejut saat mendengar suara sivia. Ia semakin terkejut melihat majalah yang ia pegang.
“Tadi diatas meja.” Jawab alvin langsung meletakkan kembali majalah itu diatas meja. Sivia hanya tersenyum mendengarnya. Dan beberapa menit pun mereka isi dengan kediaman. Mereka sama-sama gugup setelah kejadian di kamar sivia barusan.
“Maaf.” Kata alvin mulai membuka suara.
“Kenapa?” tanya sivia.
“Aku tadi udah ngetuk pintu tapi gak ada jawaban. Jadi aku main masuk aja. Maaf.” Kata alvin.
“Iya, lupain aja.” Kata sivia sambil menundukkan wajahnya, salah tingkah. Dan mereka pun kembali membisu.
“Oh ya, kamu darimana aja? Aku telpon gak diangkat. Aku bbm juga gak dibales.” Tanya alvin yang ingat tujuannya kesini.
“Kan kemarin udah tau, pagi ini aku jogging sama ify. Aku tadi gak bawa hp.”
“Kenapa lama banget?”
“Tadi ketemu temen lama. Jadinya ngobrol-ngobrol dulu.” Kata sivia. Alvin pun hanya mengangguk mendengar jawaban sivia. Setidaknya ia merasa lega, ia sempat mengira kalau sivia sengaja tidak menerima telponnya.
“Oh ya, hari ini gak ada rencana lagi?” tanya alvin.
“Enggak ada. Kenapa?”
“Yaudah yuk.” Kata alvin langsung saja berdiri dan menarik tangan sivia.
“Kemana?” tanya sivia bingung.
“Udah ikut aja.”
“Tapi aku belum ganti baju. Lagian aku gak bawa apa-apa!” protes sivia tapi alvin terus saja menggandeng sivia keluar rumah.
“Udah cantik kok.” Kata alvin mengedipkan sebelah matanya. Sivia hanya mendengus lalu duduk di boncengan alvin.
Seperti biasa, alvin menarik tangan sivia agar melingkar manis di perutnya sebelum akhirnya melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata.
* * *
Sivia melepaskan pelukannya dari perut alvin setelah alvin memelankan laju motornya. Sivia melihat sekeliling dan baru sadar mereka baru saja memasuki salah satu kawasan elite di Ibu Kota. Tidak lama kemudian motor alvin berhenti tepat di depan rumah mewah yang tertutup oleh gerbang besar. Alvin menekan bel motornya dan tidak lama kemudian dua orang satpam langsung membukakan gerbang besar itu. alvin pun kembali melajukan motornya hingga berhenti di halaman rumah.
Sivia turun dari motor alvin begitu motor itu berhenti. Sivia melihat sekelilingnya sambil menunggu alvin memarkirkan motor dan melepas helm.
“Ayo.” Kata alvin langsung saja menggandeng tangan sivia.
“Vin, ini rumah siapa?” tanya sivia penasaran.
“Udah diem aja.” Kata alvin tetap menggandeng sivia memasuki rumah itu tanpa permisi. Sivia pun hanya menurut.
“Kamu duduk sini dulu.” Kata alvin. Sivia mengangguk dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Sedangkan alvin langsung saja memasuki rumah itu dengan santai. Apa ini rumah alvin? Batin sivia sambil melihat sekelilingnya. Rumah ini sangat mewah apalagi barang-barangnya yang terlihat sangat mahal. Juga halaman rumahnya tadi yang sangat luas, bahkan sekitar lima kali lipat halaman rumah sivia.
“Wah ini yang namanya sivia?” sivia sontak menoleh dan cukup kaget melihat seorang wanita cantik yang berjalan menghampirinya. Tidak lama kemudian alvin menyusul di belakang wanita itu.
“I…iya tante.” Kata sivia sambil berdiri gugup.
Ira menatap sivia dari atas sampai bawah membuat sivia semakin gugup. Apalagi mengingat ia tidak diberi waktu alvin untuk berganti pakaian sehingga ia hanya mengenakan kaos dan celana jeans biasa.
“Kamu cantik sekali sayang.” Kata ira tersenyum memandang sivia.
“Te…terimakasih tante.” Kata sivia semakin gugup. Sivia yakin itu tadi adalah sindiran halus. Bagaimana mungkin ia terlihat cantik dengan penampilan seperti ini. Sivia sadar, ia berdandan saja tidak bisa se-cantik mantan-mantan alvin apalagi dengan penampilan biasa seperti ini.
“Vi, ini mama aku. Ma, ini sivia pacar alvin.” Kata alvin yang kini sudah berdiri di samping sivia sambil merangkul pundak sivia yang terasa kaku karena nervous .
“Saya sivia tante.” Kata sivia menyalami mama alvin dengan gugup. Sedangkan ira malah terus tersenyum melihat sivia.
“Oh ya, kamu tunggu disini sebentar.” Kata ira masuk ke dalam rumahnya meninggalkan sivia dan alvin di ruang tamu.
“Kenapa gak bilang kalau mau ke rumah kamu?!” kata sivia langsung mencubit lengan alvin kesal.
“Emang kenapa?”
“Kenapa? Kamu sengaja ya bikin malu aku di depan mama kamu?!” Alvin jadi panik melihat mata sivia yang berkaca-kaca.
“Malu kenapa sih vi? Kamu kenapa??” tanya alvin bingung.
“Kenapa kamu gak bilang kalau mau ke rumah kamu? Aku gak ganti baju, aku gak dandan, aku malu sama mama kamu!” kata sivia semakin berkaca-kaca.
“Yaampun vi, kenapa harus malu? Kamu cantik kok. Cantik banget malah.” Kata alvin mengusap pipi sivia lembut. Tapi tentu saja sivia tidak percaya sama sekali. Ia sadar dan benar-benar sadar ia tidak cantik apalagi se-cantik mantan-mantan alvin!
“Cantik apanya! Aku bahkan gak ada apa-apanya dibanding mantan-mantan kamu!”
“Mantan-mantan apa sih vi? Kamu paling cantik di mata aku. Udah santai aja sama mama aku.” Alvin mengelus kepala sivia lembut. Ia tidak tahu kalau sivia sudah melihat macam-macam mantan pacarnya. Tapi alvin tidak bohong, sivia paling cantik baginya.
“Heei ini kebetulan tante baru beli kue banyaak.” Tiba-tiba mama alvin datang dengan membawa kue banyak sekali. Sedangkan di belakangnya ada seorang pembantu membawa minuman.
“Kamu suka rasa apa? Coklat? Keju? Atau strawberry?” tanya mama alvin meletakkan kue itu diatas meja.
“Via suka coklat.” Kata alvin menjawab.
“Yaudah ayo dimakan sayang. Ini juga ada jus jeruk.” Kata ira duduk di samping sivia dan menawarkan kue-kue itu.
“Iya… terimakasih tante.” Kata sivia tersenyum. Alvin yang melihatnya pun ikut tersenyum.
* * *
Alvin duduk di anak tangga sambil memakan apel yang baru saja ia ambil dari kulkas. Ia melihat sivia dan mamanya sedang asyik mengobrol sambil membuka-buka majalah di ruang keluarga. Ia memang lega sivia tidak lagi canggung bersama mamanya. Bahkan kini ia merasa ditelantarkan oleh keduanya. Pacar dan mamanya seakan melupakan dirinya. Mereka kini sedang asyik mengobrol tentang urusan perempuan yang membuat alvin tidak bisa bergabung.
Sedangkan sivia dan ira kini sedang membuka-buka majalah fashion sambil sesekali memakan kue kering yang ada di meja. Sivia tidak bosan-bosannya mendengar penjelasan ira tentang fashion. Sivia memang tidak mengerti masalah fashion. Ia hanya asal memilih pakaian yang menurutnya bagus tanpa tau trend saat ini. Berbeda dengan mama alvin yang sangat mengerti tentang fashion.
“Kapan-kapan kamu main ke butik tante deh. Ada baju-baju baru yang kayaknya cocok banget buat kamu.” Kata ira.
“Wah, boleh tante?”
“Ya boleh dong. Gimana kalau besok?”
“Yah, besok kuliah tante.” Ira mengerutkan keningnya mendengar kata sivia.
“Kuliah? Kamu udah kuliah?” tanya ira.
“Iya tante.” Jawab sivia.
“Yaampun, tante kirain kamu satu sekolah sama alvin. Tapi kamu kuliah di Universitas Cendrawasih juga?”
“Enggak tante, via kuliah di Universitas Airlangga.”
“Universitas Airlangga? Bukannya jauh dari sekolah alvin kan? Terus kalian bisa kenal darimana?” tanya ira penasaran juga. Sebenarnya ia tidak menyangka sivia sudah kuliah.
“Adik via yang sekolah di SMA Cendrawasih tante.”
“Oh, adik kamu temennya alvin?”
“Em, bukan. Adik via baru kelas 10 tante. Adik kelasnya alvin.”
“Terus kok kalian bisa kenalan?” ira terus bertanya ke sivia. Ia sangat antusias bertanya tentang kisah cinta putra bungsungnya yang memang sangat tertutup. Apalagi mengingat sivia ini gadis pertama yang alvin perkenalkan kepadanya membuat ira yakin sivia sangat special bagi alvin. Itulah yang membuat ira menjadi sangat penasaran.
“Waktu itu via jemput adik via ke sekolahnya. Terus ketemu deh sama alvin.” Kata sivia dengan wajah sedikit merah menceritakan awal pertemuannya dengan alvin. Ira yang melihatnya pun ikut tersenyum.
“Oh gitu. Oh ya, rumah kamu dimana sayang?” tanya ira.
“Di Taman Indah Regency, tante.”
“Wah butik tante juga ada di deket situ sayang.”
“Oh ya? Wah asik dong!”
“Iya. Yaudah besok kamu pulang jam berapa?”
“Sekitar jam satu siang tante.”
“Yaudah tante jemput di kampus kamu gimana?”
“Gak usah tante, malah ngerepotin. Lagian via bawa mobil sendiri kok. Emang butik tante di daerah mana? Biar sepulang kuliah via langsung kesana.” Ira pun memberikan alamat butiknya yang ada di daerah rumah sivia. Yah, sebenarnya ia memiliki beberapa cabang butik di Ibu Kota ini.
“Ma, ada telpon.” Ira dan sivia pun sontak menoleh ke arah alvin yang baru saja duduk di samping sivia.
“Dari siapa?” tanya ira.
“Papa.” Ira pun langsung berdiri setelah mendengar jawaban alvin.
“Sebentar ya sivia, tante angkat telpon dulu.” Kata ira lalu berjalan pergi.
“Yuk.” Kata alvin yang sudah berdiri lagi sambil menarik tangan sivia agar ikut berdiri.
“Kemana?” alvin tidak menjawab pertanyaan sivia dan langsung saja menggandeng sivia menaiki tangga. Sedangkan sivia pun hanya diam mengikuti alvin hingga mereka masuk ke salah satu kamar di lantai dua.
“Ini kamar kamu?” tanya sivia.
“Yep.” Kata alvin menggandeng sivia hingga mereka duduk di tepi kasur. Sivia mengamati kamar alvin dengan seksama. Kamar alvin cukup besar, mungkin luasnya dua kali lipat dari kamar sivia. Cat kamar alvin berwarna abu-abu terang, senada dengan bed cover alvin yang juga berwarna abu-abu sedikit lebih gelap. Kamar alvin bisa dibilang cukup rapi untuk ukuran kamar cowok. Ah, sivia bahkan tidak pernah masuk ke kamar cowok selain kamar ray. Jadi lebih tepatnya kamar alvin lebih rapi dibanding kamar ray.
“Ngapain kesini?” tanya sivia akhirnya.
“Biar gak di ganggu mama.” Kata alvin langsung saja memeluk sivia dari samping.
“Alvin! Apaan sih.” Sivia mencoba melepaskan lengan alvin yang memeluknya. Tentu saja dengan wajah yang memerah.
“Kangen.” kata alvin malah mengencangkan pelukannya. Benar, ia memang merasa sangat kangen dengan pacarnya ini. Itulah yang membuat alvin sampai ke rumah sivia pagi-pagi karena sivia tidak kunjung menerima telponnya.
Sivia pun tidak lagi mencoba melepaskan pelukan alvin dan memilih diam. Jujur, sivia sendiri juga sering merasa ingin sekali bertemu dengan alvin walaupun mereka baru ketemu beberapa jam lalu. Yah walaupun terdengar aneh, apalagi mengingat mereka lebih sering bertengkar saat bertemu tapi itulah kenyataannya.
“Alvin, udah ah.” Kata sivia setelah merasa alvin sudah cukup lama memeluknya. Alvin pun melepaskan pelukannya.
“Oh ya, kamu udah makan?” tanya alvin.
“Belum sih.”
“Yaudah kamu tunggu disini. Aku ambil makanan bentar.” Kata alvin yang langsung berjalan keluar dari kamarnya sebelum sivia sempat menolak.
Sivia pun akhirnya memilih melihat-lihat isi kamar alvin. Tidak ada yang aneh dari kamar alvin. Hingga sivia tertarik dengan foto-foto yang di temple di salah satu sisi tembok kamar alvin. Sivia pun berjalan mendekat dan melihat-lihat foto-foto itu. sivia tersenyum melihat alvin yang ternyata sangat narsis. Banyak foto alvin bersama sahabat-sahabatnya, Cakka, Sion dan Rio. Juga ada foto alvin bersama mama dan papanya. Sivia mengerutkan keningnya begitu melihat foto alvin yang sedang merangkul seorang cewek. Mungkin saat itu alvin masih SMP karena alvin terlihat lebih pendek dan kurus dari sekarang. Yang membuat sivia penasaran adalah cewek yang bersama alvin itu. karena memang tidak hanya ada satu foto alvin bersama cewek itu. Ada sekitar lima foto alvin bersama cewek itu. Apa ini kakaknya alvin? Batin sivia menebak. Karena yang sivia tahu adalah alvin mempunyai seorang kakak.
“Vi, ayo makan.” Sivia menoleh begitu mendengar suara alvin. Dan benar, alvin sedang meletakkan nampan berisi makanan diatas meja di dekat kasurnya.
“Kakak kamu cantik banget.” kata sivia berjalan menghampiri alvin. Sivia pun duduk di karpet bawah dan bersandar di kasur alvin.
“Kakak?” tanya alvin.
“Cewek di foto itu kakak kamu kan?” Sivia malah balik bertanya sambil menunjuk foto yang menempel di tembok kamar alvin. Ia memang tidak tahu kakak alvin. Tapi kalau bukan kakak alvin, lalu siapa?
“Oh, iya.” Kata alvin setelah melihat foto yang sivia maksud.
“Yaudah makan yuk.” Kata alvin. Sivia mengangguk dan mereka pun makan bersama sambil sesekali bercanda.
* * *
Alvin tiduran sambil menatap langit-langit kamarnya. Ia menoleh ke samping dan langsung mengambil guling yang ada di sampingnya. Alvin memeluk guling itu sambil menghirup nafas dalam-dalam. Ia semakin tersenyum begitu mencium wangi parfum sivia ternyata masih tertinggal disana. Yah, sesudah makan tadi mereka sempat mengobrol hingga sivia tertidur di kasur alvin sambil memeluk salah satu guling alvin. Guling yang tengah ia peluk sekarang. Alvin seakan teringat sesuatu dan langsung mengambil smartphone yang tergeletak tak jauh darinya. Lagi-lagi alvin tersenyum setelah melihat wallpaper ponselnya. Disana terlihat sivia sedang tertidur dengan wajah damai sambil memeluk guling erat.
Setelah puas melihat foto-foto sivia yang ia foto diam-diam tadi, alvin pun memilih membuka aplikasi messenger dan segera mengirim pesan ke Sivia.
Alvin Jonathan:
Sayang
Alvin iseng membuka Recent Updates sambil menunggu sivia yang tidak kunjung membalas chatnya. Alvin mengerutkan kening begitu melihat salah satu contact BBMnya yang baru saja mengganti Display Picturenya. Alvin pun buru-buru membukanya.
Gabriel Steven
Changed display picture
“Sivia?” kata alvin melihat display picture teman Cakka itu. Yah, Gabriel adalah teman satu tim futsal Cakka. Alvin lumayan mengenal Gabriel karena memang mereka sudah beberapa kali bermain futsal bersama. Dan yang membuat alvin penasaran adalah, apa hubungan Gabriel dan Sivia? Kenapa Gabriel memasang foto dirinya dengan sivia? Apalagi di dalam foto itu Gabriel sedang merangkul sivia sambil keduanya tersenyum ke kamera.
Alvin semakin gelisah karena sivia tidak kunjung membalas chatnya, padahal alvin sangat penasaran ingin menanyakan ke sivia.
Alvin Jonathan:
Sayaang
Alvin Jonathan:
PING!!!
Alvin Jonathan:
PING!!!
Alvin Jonathan:
PING!!!
“Kemana sih sivia?!” kata alvin kesal. Alvin pun langsung mencari contact Ray.
Alvin Jonathan:
Sivia ngapain?
Lagi-lagi alvin iseng membuka Recent Update sambil menunggu balasan ray. Dan alvin semakin kesal melihat Gabriel yang kini mengganti lagi display picturenya. Kini Gabriel memasang foto Sivia sendiri yang tersenyum manis ke kamera.
“Apa-apaan sih ini?!” Alvin merasa sangat kesal melihat cowok lain yang memakai foto sivia sebagai display picturenya. Alvin langsung menekan tombol back saat ada chat masuk.
Raynald Prasetya:
Udah tiduur
Alvin geleng-geleng membaca balasan dari ray. Padahal ini masih jam 8 malam dan sivia sudah tidur! Apalagi tadi siang sivia sudah tidur di kamarnya sampai sore. Dan jam 5 sore alvin baru mengantarkan sivia pulang.
Alvin pun memilih membuka laptopnya dimana ia menyimpan foto dirinya bersama sivia yang difoto oleh sion beberapa hari lalu. Alvin pun memilih beberapa foto yang menurutnya paling mesra untuk di masukkan kedalam smartphonenya. Setelah itu alvin pun memilih foto dimana ia sedang mencium kepala sivia yang sedang bersandar di bahunya sebagai display picturenya. Alvin pun tersenyum puas melihat display picture barunya.
Happy Anniversary
“HAPPY ANNIVERSARRY”
Karya : Aninda Ocha
Cast : Alvin, Sivia, Shilla, Cakka
Genre: Romance,Friendship,Happyend
Sinar matahari masuk melalui celah – celah jendela kamar itu. Sinarnya seakan memaksa seorang gadis cantik yang masih senantiasa menikmati mimpinya. Dan kali ini mata itu terpaksa dibukanya karna silau yang menyapa matanya.
Setelah kesadarannya terkumpul, gadis cantik itu berjalan menuju gorden lalu menyibak kain berwarna ungu itu. Gadis itu juga menggeser jendela kamarnya yang disambut angin sepoi – sepoi pagi ini. “selamat pagi.” Ucapnya senang.
Gadis bernama –Sivia- itu mengambil handphonenya yang tergeletak di kasur. Membaca pesan masuk kemudian tersenyum.
From: My Boo
Sayang... baru bangun pasti ya? :p siap – siap gih, nanti aku jemput jam 8, dandan yang cantik sayang. Morning and I Love You :*
Sivia kemudian mengetik balasannya.
To: My Boo
Kamu tau aja sayang :p haha oke sip, aku tunggu sayang :* I Love You Too {}
-
Sivia yang sudah wangi dan bersih langsung menuruni anak tangga dan senyuman masih tercetak di bibirnya. Sang mama yang memperhatikannya hanya ikut tersenyum. Sudah jadi keseharian melihat Sivia tersenyum setelah bangun tidur.
“selamat pagi mama.” Sivia mencium pipi sang mama yang sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga itu.
“selamat pagi sayang. Anak mama rapi banget, mau jalan – jalan sama Alvin ya?” goda mama Sivia yang membuat pipi gadis itu memerah karna malu. Alvin dan mamanya sama saja –sama-sama-suka-menggoda-.
“mama masak apa?”
“nasi mawut. Yang pernah kita cobain waktu kita liburan ke Lombok itu, Vi. Yang di puji habis – habisan sama papamu.” Cerocos mama Sivia. Wanita paruh baya itu memang sangat pandai memasak. Masakan apapun yang disukai oleh anak dan suaminya akan ia buatkan khusus untuk keluarga kecilnya itu.
Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah mereka. Sivia dan sang mama sama – sama tersenyum. Keduanya berjalan kearah pintu dan benar dugaan mereka. Alvin sudah berdiri di depan pintu.
“pagi tante. Cantik banget pagi ini.” goda Alvin. Sivia tertawa sementara sang mama memukul lengan Alvin pelan.
“kamu kok gombalin tante – tante, Vin.” Mama Sivia mengajak Alvin untuk ikut sarapan bersama.
Alvin duduk di samping Sivia yang sudah melahap makanannya. Alvin tertawa melihat cara makan Sivia seperti anak sd yang tidak mau makanannya diambil orang. “papa kamu mana, Vi?” tanya Alvin.
“papa lagi sakit. Makanya tadi mama bawain nasi sama susu ke dalem kamar.” Jawab Sivia seadanya. Gadis itu masih menikmati sarapan paginya.
Alvin kembali tertawa karna ada makanan yang sedikit belepotan di sudut bibir Sivia. Laki – laki itu mengambil tisu lalu membersihkan bibir Sivia. Gadis itu merasa pipinya sudah memerah saat ini.
“hehe, makasi sayang.”
“sama –sama sayang. Cepet gih habisin makannya, ntar jalanan keburu rame.” Suruh Alvin sambil mengelus rambut hitam Sivia.
-
-
Alvin dan Sivia dalam perjalanan yang entah kemana karna Alvin tidak memberitahu kemana mereka akan pergi. Setiap Sivia tanya, pasti jawabannya Cuma ‘nanti kamu juga tau’ atau ‘udah duduk manis aja’ dan itu cukup bikin Sivia kesal sekarang.
“sayang, jangan ngambek dong.” Bujuk Alvin.
“kamu sih nggak mau kasih tau kita mau kemana.” Sivia menikmati pemandangan luar jendela. Malas banget lihat Alvin saat ini.
“lagi bentar kita sampai kok, nanti kamu bakal tau kita kemana, sayang.”
Tak lama Alvin memarkirkan mobilnya kemudian membukakan pintu untuk kekasihnya yang lagi ‘ngambul’ itu. Sivia menatap taman kecil tempat mereka sekarang tanpa berkedip. Taman ini cantik sekali, pikir Sivia. Ada beberapa kertas origami berbentuk burung dan beberapa bunga mawar yang kelopaknya bertaburan di atas rumput membentuk sebuah tulisan.
‘HAPPY 5 MONTH ANNIVERSARY’
“Vin... i-ini...” Sivia menggantungkan kata – katanya. Kesal, sedih dan bahagia yang dirinya rasakan sekarang.
Alvin memeluk Sivia dari belakang. menumpukan dagunya di atas bahu Sivia. “Happy anniversary sayang. Aku harap kamu selalu ada disamping aku dalam kondisi apapun.” Bisik Alvin.
Sivia menangis haru. “m-makasi sayang. Aku harap kamu juga bakal selalu ada disamping aku dalam kondisi apapun.” Sivia membalikkan tubuhnya dan memeluk tubuh Alvin yang lebih tinggi darinya. Menyalurkan semua perasaan yang ia rasakan sekarang.
“i love you, i love you more than you know.” Bisik Alvin lagi sambil mengecup puncak kepala Sivia.
Alvin melepaskan pelukan mereka. Laki – laki itu merogoh saku jaket yang ia gunakan. “ada apa, Vin?” tanya Sivia bingung.
“coba kamu balik badan terus tutup mata kamu.” Suruh Alvin –masih merogoh saku jaketnya- mencari sesuatu yang sudah ia siapkan 3 hari yang lalu.
Sivia menurut kemudian membalikkan badannya membelakangi Alvin lalu menutup matanya. Dalam hati dirinya sudah penasaran dengan kelakuan Alvin sekarang ini. walaupun Alvin sudah sering memberi kejutan untuknya.
Sivia merasa dingin menyapa lehernya. Gadis itu membuka matanya. Mendapati sebuah kalung permata di lehernya. ‘Alvin romantis banget’ batin Sivia yang tidak mampu menyembunyikan senyum bahagianya.
“kamu bikin aku kaya cewek terbahagia di dunia ini, Vin” celetuk Sivia.
“dan aku bakal selalu bikin kamu bahagia tiap harinya, Vi”
-
-
Setelah acara kejutan tadi, Alvin mengajak Sivia ke sebuah caffe yang tidak terlalu jauh dari taman itu. Mereka memilih duduk di sudut caffe tersebut yang dekat dengan jendela.
“mau pesan apa, sayang?”
“chocolate milkshake aja sayang, kamu apa?”
“chocolate milkshake sama cappucino coffe ya mbak.”
Alvin memberi daftar menu tadi kepada pelayan yang melayani mereka. Keduanya menatap keluar jendela yang nampak begitu ramai oleh lalu – lalang kendaraan. Jakarta benar – benar padat, pikir mereka.
Mata Sivia tidak sengaja menangkap seseorang yang berjalan kearah caffe ini, “itu Shilla ‘kan?” ucap Sivia tanpa sadar. Dan benar saja, itu adalah Shilla –sahabatnya-.
TRIINNG!!
Bel berbunyi, pertanda seorang pelanggan baru datang. Sivia segera bangkit dan menghampiri pelanggan itu. “ke caffe kok nggak bilang – bilang.” Sindir Sivia.
Shilla yang masih fokus dengan gadget miliknya mengangkat kepalanya. Mendapati sahabatnya yang manyun dan menatapnya kesal.
“eh, Sivia? Sama siapa kesini? Hehe, gue fikir jam segini lo belum bangun, Vi.” Tawa Shilla.
“lo fikir gue kebo apa! Yaudah yuk nimbrung aja sama gue dan Alvin. Biar tambah rame.” Sivia menarik atau lebih tepatnya –menggeret- Shilla ke tempatnya tadi.
Alvin yang masih bingung dengan tingkah pacarnya tadi tak lama tersenyum melihat Sivia bersama Shilla, “hoy Shil, lama nggak ketemu.” Alvin mengajak Shilla ‘high-five’.
“alah, bilang aja lo kangen sama gue, Vin. Ngomong – ngomong kalian habis darimana?”
“tempat romantis, Shil.” Ucap Sivia. Pipinya tiba – tiba memerah lagi. sementara Alvin mencubit pipi pacarnya itu gemas.
“oh iya, kalian anniv ya sekarang? Ya ampun! Selamat ya!” seru Shilla. Sivia dan Alvin tersenyum kemudian mengucapkan ‘terima-kasih’ bersamaan.
“lo mau pesan apa, Shil? Biar gue yang traktir” tanya Alvin.
“gue cappucino coffe aja.” Jawab Shilla seadanya. Alvin memanggil seorang pelayan dan memesan kembali pesanan yang Shilla minta.
Shilla masih fokus dengan handphonenya. Sedangkan Alvin masih asyik menatap keluar jendela. Lalu Sivia? Gadis itu hanya mencoba untuk tenang sekarang karna sedari tadi gadis itu terus memikirkan pesanan Alvin-Shilla yang sama.
-
“Shil, gimana kuis lo kemaren? Lancar, ‘kan?” tanya Sivia sambil menyeruput chocolate milkshake yang ia pesan.
“yah... lo tau sendiri gimana guru yang satu itu kalau ngajar. Demi apapun gue rasanya pengen pindah dari sekolah itu.” Shilla memanyunkan bibirnya kesal.
“kalau lo sampe pindah sekolah, jangan harap gue mau ngomong sama lo lagi, Shil.” Ujar Sivia. Hanya bercanda sebenarnya. Tapi itu cukup membuat Shilla tersedak karna kopi-nya.
“yaelah, lo gitu aja langsung ngambek. Lo kira gue anak presiden yang bisa pindah ke sekolah mana aja gue mau? Bisa – bisa gue di sekap dalem kamar sama bokap – nyokap gue.”
“yaelah lo gue ngomong gitu aja langsung keselek kopi.” Celetuk Sivia mengikuti gaya bicara Shilla sebelumnya. Shilla hanya tersenyum kecil melihatnya.
Alvin yang hanya diam sedari tadi akhirnya ikut nimbrung dengan kedua gadis cantik itu. Alvin mengeluarkan beberapa candaannya yang cukup membuat suasana seru diantara ketiganya.
“Shil, kapan lo bakal nyusul kita buat pacaran?” tanya Alvin.
Shilla menatap kesal kearah Alvin, “santai aja kali. Yang pacaran juga gue, kenapa jadi lo yang ngebet?”
Alvin tertawa puas menggoda Shilla yang memasang wajah cemberut andalannya. Selalu begitu, pikir Sivia. Jika Alvin dan Shilla bertemu tidak ada habisnya mereka akan bertengkar. Biasanya Alvin akan menggoda Shilla seperti tadi menyebabkan gadis cantik itu akan marah padanya.
“jodohin sama Chakka aja, Vin.” Timpal Sivia.
“tanpa lo jodohin, gue juga lagi deket sama dia, Vi.” Shilla masih memasang wajah kesalnya. Sementara Alvin dan Sivia memasang wajah ‘bodoh’ mereka. Ckck, pasangan yang serasi, pikir Shilla.
Tanpa mereka sadari bahwa salah satu dari mereka tertawa miris dalam hati.
-
-
-
Sivia dan Alvin saling bergandeng-tangan. Keduanya memasuki wilayah koridor sekolah dan berjalan beriringan. Keduanya mendapat kelas yang berbeda. Alvin yang berada satu tingkat di bawah Sivia. Tapi untungnya mereka mengambil jurusan yang sama. Jadi mereka tidak perlu susah – susah untuk bertemu karna ruangan mereka yang bisa dibilang cukup dekat itu.
Kedua orang menyapa mereka sambil tersenyum hangat, “berdua aja, ikut nimbrung dong.” Shilla menggandeng tangan laki – laki yang ada disebelahnya.
“ekhem, yang baru jadian ya. Traktiran boleh kali.” Goda Sivia.
“selamat ya Chakka, Shilla. Langgeng selalu bro.” Timpal Alvin. Shilla dan Chakka saling berpandangan kemudian mengucapkan terima kasih.
“lo berdua serasi.” Kata Alvin merangkul bahu Sivia.
“ah lo, muji pas lagi ada maunya. Tenang aja, ntar gue traktir.” Chakka memukul bahu Alvin setelah itu tertawa ringan.
Chakka adalah sahabat kecil Alvin. Mereka sering menghabiskan waktu bersama jika Alvin tidak sedang ada kencan dengan Sivia. Tapi, tidak jarang juga Alvin mengajak Chakka untuk ikut bersamanya dan Sivia.
Keempat remaja itu berjalan kekelas mereka masing – masing. Shilla dengan Sivia sementara Chakka dengan Alvin.
“kapan lo di tembak, Shil?”
“pulang dari caffe dia langsung ngajak gue ketemuan, eh nggak taunya dia nembak gue.” Shilla mengingat kejadian 2 hari yang lalu dimana Chakka menembak dia di taman kecil dekat caffe itu.
Sivia tersenyum, “semoga lo langgeng ya.”
-
‘Lo cinta sama dia?’
‘kalau gue nggak cinta, terus untuk apa gue jadiin dia pacar gue?’
‘tapi... tapi apa masih ada gue dihati lo?’
‘itu masa lalu. Lo udah lihat sendiri, ‘kan? Gue bahagia sama dia. Dan gue nggak bakal lepasin dia’
‘tapi lo sama dia kan–‘
‘gue harap lo ngerti.’
‘tapi gue suka sama lo! Dan gue mau kita kaya dulu lagi.’
‘lo nggak salah? Gue udah bilang, ‘kan. Gue cinta sama dia dan gue nggak bakal lepasin dia! Lagian lo udah sama yang lain, ‘kan?’
-
-
-
Sivia merebahkan tubuhnya dikasur. Raut wajah sedih, kecewa dan kesal tercetak di wajah cantiknya. Alvin dengan seenak jidatnya membatalkan acara kencan mereka. Padahal sudah semalaman penuh Sivia mempersiapkan pakaian untuk kencan mereka.
Gadis itu meraih ponsel yang di letakkannya di meja nakas,
From: My Boo
Sayang, aku minta maaf banget ya. Aku janji deh besok kita habisin waktu berdua seharian. Sekarang aku lagi sibuk ngurusin tugas sekolah aku.
Sivia melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Tidak ada niat sama sekali untuk membalas sms pacarnya itu. Dan wajahnya kembali kesal karna ponselnya bergetar lagi. pasti Alvin, pikirnya.
From: My Boo
Aku udah nyuruh Chakka kerumah kamu. Kamu jalan – jalan sama dia dulu aja, nggak apa – apa, ‘kan sayang? I’m really sorry L
What the... pergi dengan Chakka? Hey! Dirinya tidak mau mencari resiko dibilang ‘perusak hubungan orang’ apalagi Chakka pacar Shilla, sahabatnya.
“dia gila atau gimana sih?” kesal Sivia.
Dan benar saja, Chakka mengirim sms ke Sivia. Menyuruh gadis itu untuk siap – siap karna ia dalam perjalanan kerumah Sivia. Damn! Sivia semakin kesal sekarang.
Dengan malas Sivia melangkah ke kamar mandi. membersihkan dirinya setelah itu berdandan seadanya. Mau cantik atau tidak toh tidak penting baginya sekarang.
From: Chakka
Gue depan rumah lo, cepet gih keluar
“bilang permisi atau assalamu’alaikum bisa kali.” Decih Sivia.
-
Sivia menyambut Chakka dengan wajah masamnya. Laki – laki itu menggunakan jaket denim biru tua dengan celana jins berwarna senada. Sok kece, pikir Sivia.
Vi, anak orang emang kece kali!
Sementara Sivia mengenakan kaos merah dengan celana jins berwarna sama seperti Chakka.
“manyun mulu, senyum biar cantik.” Tanpa ba-bi-bu Chakka menarik Sivia keluar rumah. Laki – laki itu mengenakan helm putih di kepala Sivia.
“naik!” suruh Chakka.
“biasa aja kali ngomongnya kan bisa.”
Sivia naik ke atas motor hitam milik Chakka. Setelahnya mereka melesat entah kemana, keduanya juga tidak tahu
-
“hahahaa!!” gelak tawa Sivia semakin keras mendengar lelucon yang dilontarkan Chakka tanpa henti. Keduanya sama – sama tertawa. Tidak peduli dengan tatapan orang – orang yang aneh pada mereka.
Saat ini keduanya duduk sambil memegang es krim di sebuah taman bermain. Entah karna sudah tidak ada tempat atau bagaimana, akhirnya mereka memutuskan untuk kesini.
“aduh Ka! Udah udah udah, lo bikin gue sakit perut jadinya.” Sivia memegang perutnya yang sedikit perih karna terlalu lama tertawa.
“muka lo manis kalau ketawa, Vi.”
DEG!
Sivia terdiam. Gadis itu bahkan tidak berani menatap kearah Chakka. Buru – buru di tepis fikiran aneh yang menghampiri otaknya. ‘inget Vi, dia pacar sahabat lo. Jangan terlalu ge-er. Mungkin itu pujian biasa.’
“lo di puji bukannya bilang makasi atau muji gue balik gitu.” Chakka menyentil jidat Sivia membuat sang empunya meringis.
“sialan lo! Sakit tau! Pengen banget di puji balik? Ntar yang ada Alvin marah sama gue.” Ujar Sivia. Di sendokkan es krim coklat itu kedalam mulutnya.
Suasana hening. Mereka diam dengan fikiran mereka masing masing. Sivia menatap Chakka lama. Ada satu hal yang mengganjal di fikirannya. “lo nggak sibuk, Ka?” tanya Sivia.
“kalau gue sibuk, terus ngapain gue nemenin lo?” jawab Chakka. Sivia menautkan kedua alisnya.
“bukannya lo ada tugas? Alvin aja nggak bisa nemenin gue kencan karna kerjain tugas bu Clara lo tau sendiri kan sama guru itu.”
Chakka menautkan kedua alisnya.
“kelas gue free kok. Lagian tumben banget Alvin mau ngerjain tugas kampusnya. Lo tau sendiri, ‘kan? Pacar lo paling males namanya ngerjain tugas kampus.” Jelas Chakka.
Fikiran aneh mulai berkecamuk di fikiran Sivia. Jadi, kalau tidak mengerjakan tugas kampus, terus apa? Kalau sakit, pasti Alvin akan memberitahunya. “gue jadi curiga.”
“hah?”
-
JDAR!
"Apaan tuh?" Tanya Cakka mendengar suara keras yang berasal dari halaman rumah Sivia. Cakka langsung berlari mencari asal suara tersebut, di ikuti Sivia di belakangnya.
Cakka mengedarkan pandangannya ke segala arah di halaman rumah Sivia, berusaha mencari asal suara tersebut. Namun hasilnya nihil. Cakka melirik ke arah Sivia yang menggigit ujung bibir bawahnya penuh ketakutan. Mata Sivia pun sudah berkaca-kaca membuat Cakka menyeritkan dahinya heran. Apakah Sivia terluka?
"Via awasss" Teriak Cakka menarik Sivia kala melihat sebuah batu besar yang ingin menghantam kepala gadis itu. Sivia menunduk takut, lalu menatap Cakka yang sedang berlari kecil ke arah batu yang hampir mengenai Sivia tadi. Selalu seperti ini batin Sivia.
-
Yaa, Sebenarnya kejadian ini sudah tidak asing lagi bagi Sivia. Bagaimana tidak? Jika setiap hari dia selalu saja menerima hal-hal aneh.
Seperti mendapatkan tikus mati yang di bungkus di depan jendela kamarnya. Di takuti dengan suara-suara bising horor yang selalu mengusik tidurnya Dan masih banyak hal aneh lainnya yang di terima Sivia. tak jarang juga itu menyakiti dirinya sendiri.
Cakka terkejut bukan main saat melihat batu penuh bercak darah yang tadi hampir saja mengenai kepala Sivia. Bagaimana jika batu itu benar-benar akan mengenai Sivia? Hiih membayangkannya saja Cakka sudah merinding. Di alihkannya tatapannya ke arah gadis itu, wajahnya pucat pasi dan Oh yaampun ini pertama kalinya Cakka melihat penampilan Sivia yang acak-acakkan.
Siapa yang melakukan ini? Apakah ini sudah sering di alami Sivia? Itulah pertanyaan-pertannyan aneh yang berkecamuk di otak Cakka.
Cakka berlari kecil menghampiri Sivia, memegang pundak gadis itu yang bergetar.
"Vi, lo kenapa?" Tanya Cakka. Tak bisa di pungkiri bahwa ia sangat mengkhawatirkan gadis cantik ini.
Sivia menggelengkan kepalanya, tiba-tiba bibir nya sulit mengeluarkan kata-kata dan tubuhnya bergetar hebat membuat Cakka semakin khawatir.
"Via lo kenapa?" Tanya Cakka ---lagi. Dan lagi hanya gelengan dari kepala Sivia yang di dapatkannya. Cakka yang memahami mungkin Sivia tidak ingin berbicara kemudian membawa gadis ini ke dalam rumahnya, dan membatalkan acaranya mengajak Sivia pergi.
-
Sudah 3 hari ini Sivia terbaring lemah tak berdaya di balik selimutnya. Sejak peristiwa 'batu bercak merah' itu Sivia didera depresi. Terang saja, ia sudah cukup sakit hati dan tidak tahan lagi mendapatkan hal-hal yang jauh dari pikirannya.
Sivia sudah berusaha mencari tau siapa di balik semua ini namun hasilnya tetap nihil.
Memikirkan itu membuat kepala Sivia tiba-tiba terasa seperti ditindih beton. Matanya sesekali terpejam. Dan yang Sivia rasakan dunia berjungkir balik tak karuan seperti bermain sirkus menertawakan sakitnya. Darahnya seperti terpusat pada kepala. Sakit bukan main dan perutnya sudah di obok-obok. Mual tak karuan. Yaampun ada apa dengannya??
"Via kamu ga apapakan?" Alvin berteriak, berusaha keras agar gadisnya yang sedang terbaring lemah tak berdaya bisa mendengar suaranya. Sivia tersenyum, dalam keadaan sakitpun dia sangat gembira karna mendapatkan perhatian 'khusus' dari Alvin.
Bisa tidak untuk saat ini Sivia lebih memilih sakit dari pada sehat? Alasannya simple, karna ia senang jika Alvin sudah perhatian seperti ini. Memang sedikit Norak. Tapi...
"Nggapapa Vin, tenang aja"
Alvin menempelkan tangannya di dahi Sivia "Kamu panas banget" Serunya cemas. Sivia melihat semuanya begitu putih. Putih tanpa rasa. Tanpa dimensi.
"Kamu ga masuk Vin?" Tanya Sivia pelan. Alvin menggelengkan kepalanya dan mengelus puncak kepala Sivia.
"Bisa gitu aku sekolah sementara kamu kaya orang sekarat gini?" Tanya Alvin lembut, dan itu semakin membuat poin Sivia untuk selalu ingin sakit bertambah.
Sivia sudah tidak bisa lagi menahan gejolak di dadanya, ditambah lagi seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam dirinya.
Tapi bagaimanapun itu dia tidak boleh egois. Dia tidak boleh membuat Alvin sangat mengkhawatirkan dirinya sampai tidak mengikuti pelajaran seperti biasanya.
"Makasih yaa" Ucap Sivia tersenyum pada Alvin. Alvin membalasnya. Ada getar hati yang membuat jalinan mereka semakin dekat, semakin aneh dan semakin susah di diskripsikan.
"Masih sakit? Sekarang kamu minum obatnya aja dulu. Abis itu istirahat. Biar cepet sembuh" Khotbah Alvin seperti ibu-ibu. Sivia mengerucutkan bibirnya kesal.
"Istirahat mulu. Capek tau" Ketusnya membuat Alvin terkekeh geli. Alvin menarik hidung Sivia gemas membuatnya mau tidak mau mendapatkan pelototan dari sang gadis.
"Udah sih sipit mah sipit aja" Ledek Alvin
"Dih berasa belo gtu?" Ucap Sivia menantang. Pasalnya Alvin tidak tahu diri banget. Dia juga sipit tapi ngatain orang sipit. Dasar!
"Biarin. Aku sipit tapi tajam. Ga kaya kamu sipit tapi buta" Ledeknya lagi. Sivia menyeritkan dahinya, heran dan sama sekali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Alvin barusan.
"Maksudnya Vin?" Tanya Sivia. Alvin menggeleng cepat.
-
3 hari berlalu kini keadaan Sivia makin membaik ditambah lagi penyemangatnya sang pujaan hati Alvin. Namun akhir-akhir ini Alvin sangat sulit untuk dihubungi Sivia mencoba mengerti mungkin Alvin sedang sibuk. Terroran yang sering menimpa Sivia akhir – akhir ini sudah jarang sekali. Syukurlah Sivia dapat bernafas lega
Tiin-
Suara klakson dari luar rumah Sivia.
Segera Sivia beranjak dari tempat duduknya dan pergi membukakan pintu. Dari balik pintu terlihat laki-laki tampan berpostur tinggi tersenyum manis kearahnya Sivia membalasnya dengan senyum tipis yang menghiasi wajah ayunya
Dia Cakka sahabat Alvin sekaligus orang yang suka menemani Sivia jika Alvin sedang tidak dapat diganggu. Cakka hadir karena suruhan Alvin untuk menemaninya.
“Sore Vi” Sapa Cakka. Cakka terlihat tampan dengan jaket merah dan celana panjang yang membalut tubuhnya.
“Sore Cak. Tunggu sebentar ya gue mau ngambil tas dulu”balas Sivia. Cakka hanya mengacungkan jempol
“Vi kalau naek motor ga papa kan. Soalnya gue lagi males pake mobil”Tanya cakka.
“ya gapapa kali. Lo piker gue cewek apa pake motor aja ga mau”balas sivia dengan kekehan kecil yang keluar dari bibir manisnya. Cakka tertawa sambil mengacak rambut Sivia gemas
Sivia yang mendapat perlakuan seperti itu hanya memanyunkan bibirnya tapi lama kelamaan Sivia menunduk dia teringat dengan Alvin sang kekasih yang selalu memperlakukannya seperti itu namun mengingat kesibukan Alvin. Huh… segera saja Sivia mencegah pikiran negative yang memasuki pikirannya. Dia harus berpikiran positif
Melihat itu Cakka menjadi heran. Cakka melambaikan tanggannya di depan muka Sivia.
“Vi lo kenapa?” Tanya Cakka
“hah.. enggak yaudah yuk kita jalan ntar keburu sore”Ucap Sivia sambil menaiki motor Cakka
“yaudah sok atuh neng. Makan dulu aja yuk laper nih gue belum sempet makan siang hehe”Cengir Cakka mengusap perutnya.
Sivia terkekeh geli melihatnya. “dasar lo ntar kalo lo gak makan kan sakit kasian tau Shillanya” Balas Sivia. Mengingat Shilla, Sivia berpikiran sesuatu
“Eh Cak emang Shilla gak marah lo jalan sama gue gini?”Tanya Sivia. Cakka melihat Sivia melalui kaca spion. “ya gak lah vi dia mah ngerti gue kok” Balas Cakka
-
-
“Vin, aku masih sayang sama kamu”tangis seseorang.
“Tapi shil aku harus gimana? Aku gak mungkin ninggalin Sivia gitu aja”Balas Alvin. Shilla yang tertunduk tadi langsung menatap Alvin dengan tatapan sendu. Alvin memegang tangan Shilla lembut
“Shilla. Sebenernya aku juga masih sayang sama kamu. Tapi gimana? Aku gak mungkin nentang mama shil”Ucap Alvin lembut. Shilla hanya menangis dan tak mampu memendung air mata yang sejak tadi bersarang dimatanya
“Kamu tau aku udah ngejalanin berbagai cara biar aku bisa sama kamu lagi vin. Aku nerror Sivia biar dia mau ngejauhin kamu. Aku gak bisa lepas dari kamu vin” Ucap Shilla. Mendengar itu Alvin jelas sangat kaget dan syok sama apa yang udah dilakukan Shilla terhadap Sivia.
Tangan Alvin terulur dan segera memeluk Shilla. Mereka berdua ditonton banyak orang dengan apa yang mereka lakukan. Jelas mereka heran karena mereka berpelukan dan ceweknya menangis disebuah café mungkin mereka berpikir mereka sedang dilanda masalah. Jelas masalah besar
“Maafin aku shill.oke detik ini aku bakal selalu ada buat kamu dan aku akan berjuang mertahanin kamu dan kita minta restu dari mama aku”Ucap Alvin. Mendengar itu Shilla menangis bahagia karena perjuangannya tidak sia-sia. Kita lihat saja nanti
-
-
Matahari mengalirkan rasa panasnya, meraung ganas menggigit kulit Sivia. Berkali-kali ia membasuh keringat yang berada di keningnya lalu menuruni pipinya, hari itu begitu panas, hanya sesekali angin mendesah perlahan. Sesekali di teguknya air mineral yang sejak tadi ia genggam. Perasaannya tidak enak, ada firasat buruk yang merasuk masuk di dadanya.
Sivia menghela napas sebentar untuk menetralisikan otaknya yang entah memusingkan apa. Ia berjalan santai memasuki cafe yang biasa ia kunjungi.
Tiga sentuhan kecil yang berarti besar. Sandaran bahu yang romantis, pelukan yang manis, dan kecupan yang penuh magis.
Sivia ternganga melihat itu semua. Ada rasa sakit yang pelan-pelan tergores di dadanya. Semakin dalam, semakin panjang, semakin perih. Tak mampu untuk di jelaskan, kecemasan yang sama dan selalu berulang. Berkali-kali Sivia menatap dua orang yang ada di depannya. Saling menggenggam tangan,menatap, berpelukan.
Ia menatap 2 orang itu lagi. Berharap menemukan jawaban dari hatinya yang mulai membuncah dan menggema dengan liarnya. Dan sampai menit demi menit berlalu pun, jawaban masih belum ia dapatkan. Ia hanya mampu menerka-nerka.
Dan dalam terkaannya. Shilla menyukai Alvin. Kekasihnya sekaligus cinta pertamanya.
sejahat itukah Shilla?
Siapa yang harus disalahkan?
Sivia tidak sedang berhalusinasi. Mungkin dia memang suka berhalusinasi, tapi tidak pernah sama sekali ia menghalusinasikan keadaan ini. Sivia terisak oleh banyak pertanyaan yang tak terjawab. Wajah Shilla dan Alvin bergantian bergulat dalam otaknya juga hatinya. Lelah. Banyak teka-teki yang rasa-rasanya sulit untuk dipecahkan. Sivia merasa terbodohi. Melihat peristiwa ini, Sivia menciut, mematung, membisu. Tubuhnya seperti mengecil. Ia seperti berhenti bernapas untuk beberapa detik. Tak percaya pada peristiwa yang benar-benar menyayat hati ini. Inilah jawaban atas kecemasannya, kebingungannya, segalanya.
Maka dengan tubuh yang bergetar ia keluar dari tempat yang mungkin akan menjadi tempat terkutuk di hidupnya. Pergi dengan kepingan hati yang telah hancur karna 2 orang yang berarti dihidupnya.
“Loh Vi lo kok masih disini kan udah gue suruh masuk tadi”Heran Cakka. Memang tadi Cakka menyuruh Sivia untuk duluan masuk ke Café karna dirinya sedang memarkirkan motornya.
Yang ditanya malah lari dengan air mata yang membanjiri pipinya. Cakka yang kaget karna Sivia berlari begitu saja karna penasaran Cakka masuk ke Café dan melihat apa yang dilihat Sivia
. “astaga vin lo masih aja ngarep sama dia jelas-jelas disini ada wanita yang udah setia sama lo”pikir Cakka
Sivia berjalan menulusuri trotoar dia menangis histeris. Dia menjambak rambutnya sendiri dia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.
-
-
Besoknya Sivia berangkat sekolah menggunakan mobilnya yang biasanya ia dijemput Alvin. Tapi kali ini dia menolaknya. Sivia masih sakit dengan apa yang dilihatnya kemarin matanya sembab itu menandakan bahwa dia menangis semalaman. Tadi malam pun Sivia tidak dapat menutup matanya. Namun syukur ada Cakka yang bersedia mendengar curhatan dan menghiburnya meskipun melalui telepon.
Sivia berpikir bahwa Cakka pasti merasakan hal yang sama dengannya. Pagi ini Sivia ingin mendapatkan kejelasan dari apa yang dilihatnya kemarin.
Terlihat diujung koridor terlihat wanita cantik berjalan menghampiri Sivia. Dia shilla entah Shilla masih dianggap sahabat atau tidak oleh Sivia.
“Hai Vi. Lo kenapa mata lo kenapa sembab gitu” Tanya Shilla sambil memegang pipi Sivia.
Sivia menatap benci Shilla terang saja langsung ditepisnya tangan Shilla yang berada dipipinya. Shilla yang mendapatkan perlakuan seperti itu menatap aneh Sivia. “Loh Vi, lo kenapa sih?”Tanya Shilla
“LO GAK USAH SOK MUNA”tunjuk Sivia tepat di depan wajah Shilla. Shilla kaget ditepisnya halus tangan sivia.
“Lo mau ngerebut Alvin dari gue? HAH?”marah Sivia
“ma.. maksud lo apa? Gue gak ngerti deh”Balas Shilla.
“Alah gak usah sok suci lo. Lo kemaren ngapain berdua sama Alvin di Café hah?”Tanya Sivia. Dia menatap Shilla penuh kebencian ditambah dengan sakit yang bersarang di dadanya. Shilla mulai mengerti dengan apa yang dibicarakan Sivia. Ternyata kemarin Sivia melihat itu semua. Shilla mengeluarkan senyum evilnya
“Oh jadi lo liat semuanya? Yang harusnya jadi perebut itu lo”tunjuk balik Shilla. Syukur saat mereka berantem ini keadaan koridor sekolah sedang sepi karna memang tempat ini sangat jarang dilalui oleh siswa/siswi tempat inilah yang selalu dikunjungi dua sahabatnya ini karena tempat ini langsung menghadap taman yang membuat Suasana sejuk. Ralat mungkin sekarang panas karna dua mantan sahabat ini maybe.
”Ke.. kenapa gue?”Balas Sivia.
“Iya elo. Sebelum Alvin sama lo dia pernah punya hubungan sama gue tapi karna mama lo minta ke mamanya Alvin buat jodohin lo sama Alvin. Hubungan kita jadi selesai”Balas Shilla getir.
“Tapi kan gue gak tau apa-apa. Kenapa kalian ngelibatin gue hah?”Balas Sivia ikut bergetar. Terlihat dari dua orang wanita ini sama-sama memiliki luka yang tergores.
“Ohya. Jangan lo pikir gue sahabatan sama lo karna gue mau. Ya emang awalnya gue mau lupain dendam gue ini dan mulai suka sama Cakka. Tapi apa?Cakka sukanya sama lo vi,kenapa sih semua orang selalu berpihak sama lo hah?gue sakit”Ucap Shilla keras. Sivia menutup telinganya kencang sambil menangis histeris dia tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada dirinya.
“Kalo lo gak percaya lo bisa Tanya sama Alvin. Kalo sekarang kita sama-sama mencintai yaudah lo say good bye aja sama hubungan basi lo itu”Ucap Shilla berlalu pergi meninggalkan Sivia yang menangis terjatuh di lantai.
-
-
Siang ini Sivia menyuruh Alvin untuk datang kerumahnya Sivia juga perlu penjelasan dari Alvin.
“Jadi kamu udah denger semua dari Shilla? Iya emang aku dan dia saling mencintai. Soal hubungan kita dan semua rasa sayang aku ke kamu itu Cuma pengen ngebahagiain mama aku aja”
Kata-kata itu terus tergiang dalam pikiran Sivia dia tidak menyangka dengan apa yang ia alami ternyata kata-kata manis dan kejutan kecil untuknya itu hanya palsu pemberian Alvin.
ARRGH!
Sivia melempar semua barang yang ada didepannya. Sudah seminggu sejak kejadian itu Sivia tidak pernah masuk sekolah. Tentang Cakka dan Shilla ternyata itu hanya bagian rencana Shilla untuk membuat Alvin cemburu. Sivia marah tentang pengakuan Cakka untuknya tentang hal itu. Namun berangsur-angsur ia mulai memaafkannya
Untuk Shilla dan Alvin Sivia belum berpikir untuk memaafkan mereka meski mereka belum meminta maaf. Hari-hari Sivia mulai diisi oleh Cakka namun hal itu tidak menghapus tentang Alvin dalam benak dan pikirannya.
-
-
“Sayang aa dong”Ucap Shilla. Saat ini Shilla dan Alvin sedang berada di sebuah Café untuk makan siang.
“Udah Sivia sayang aku kenyang”Ucap Alvin yang sedang memainkan handphonenya. Shilla kaget ia menggigit bibir bawahnya apa ia tidak salah dengar Alvin menyebut nama SIVIA bukan namanya. Shilla takut kalau rasa cinta Alvin sudah berubah bukan lagi untuknya.
“apa vin Sivia?”Tanya Shilla lirih. Alvin menoleh kearah Shilla. “Hah? Maksud aku Shilla sayang”Balas Alvin ia sama sekali tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan.
“Sayang aku mau ke seberang jalan dulu ya. Aku mau beliin sesuatu buat kamu”Ucap Alvin. Shilla hanya tersenyum tipis lalu mengangguki ucapan Alvin
BRAKS!
“Alviiinn…”
-
-
Dua orang itu Cakka dan Sivia berlari kearah ruang rawat seseorang. Sivia mendengus kesal disaat seperti ini dia harus menggunakan sepatu berhak pendek tapi sama saja menyulitkannya berjalan sampai akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat.
“gimana keadaan Alvin shil?”Sivia. Shilla menangis dan segera memeluk Sivia. Sivia kaget jujur saja dia masih belum memaafkan Shilla dengan apa yang ia lakukan padanya. Namun dalam keadaan begini ia mencoba melupakannya.
Shilla menyuruh Sivia untuk masuk kedalam melihat keadaan Alvin. Awalnya Sivia ragu namun Sivia mulai mebuka knop pintu dan menutupnya kembali. Di dalam Sivia heran mengapa tidak ada seseorang pun disana. Sivia merasa kalau dia sedang dibohongi
Tiba-tiba ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Sivia kenal dengan wangi orang ini dan Sivia yakin sekali. Orang itu menyembunyikan wajahnya di sela-sela rambut Sivia. Sivia mulai membalikan badannya
Ia kaget dan sontak memeluk orang itu yang ternyata Alvin. Sivia menangis sekaligus lega dengan keadaan Alvin namun ada perban kecil yang menghiasi kepalanya.
“Aku seneng kamu ga papa. Kalau boleh aku bakal menjadi orang yang egois. Aku bakalan merjuangin cinta aku sama kamu meskipun aku harus dibilang orang jahat sekalipun”Sivia. Alvin tersenyum mendengar kata-kata Sivia.Alvin melepas pelukannya dan menatap Sivia.
“Kamu ga boleh jadi orang jahat karna kamu adalah malaikatku. Aku milikmu dan kamu milikku”Sivia tersenyum tapi Sivia masih tidak yakin. Alvin yang mengerti mulai menjelaskan
“Aku tau pasti kamu mau nanya kenapa sama shilla kan?. Emang bener aku sama dia pernah punya hubungan tapi mama aku nentang itu semua karna asal-usul keluarga Shilla yang gak jelas. Kakaknya buroanan dan papanya gak tau dimana. Orang tuanya bercerai”Jelas Alvin
Sivia tersentak kaget. Apakah benar itu semua? Sivia merasa kasihan dengan apa yang terjadi pada Shilla saat ini. “Tadi juga Shilla udah ditangkep sama polisi ternyata dia juga terlibat kasus pembunuhan yang dilakukan kakaknya. Sebenernya aku udah lama tau tapi bodohnya aku menutupinya”Lanjut Alvin.
“Apapun yang terjadi sekarang kita jadiin pelajaran. Intinya aku gak mau kehilangan kamu vin”Ucap Sivia memeluk Alvin. Diam-diam Alvin memasang Kalung yang dia beli di leher manis Sivia. Sivia kaget sekaligus tersenyum bahagia.
“Thanks Sob berkat lo gue tau pilihan gue yang tepat. Lo emang sahabat terbaik gue”Alvin menepuk bahu Cakka. Cakka menggangguk dan mengacungkan jempol memang Cakka dan Alvin sempat bertemu dan Cakka memaksa Alvin untuk memilih dua diantara wanita yang benar-benar dicintainya hingga Alvin menemukannya cintanya yang asli
“Pilih cinta sesuai kata hati lo bukan karna ego lo. Cari tau siapakah dia?”-Cakka
Happy Anniversary Alvia
[END]
Karya : Aninda Ocha
Cast : Alvin, Sivia, Shilla, Cakka
Genre: Romance,Friendship,Happyend
Sinar matahari masuk melalui celah – celah jendela kamar itu. Sinarnya seakan memaksa seorang gadis cantik yang masih senantiasa menikmati mimpinya. Dan kali ini mata itu terpaksa dibukanya karna silau yang menyapa matanya.
Setelah kesadarannya terkumpul, gadis cantik itu berjalan menuju gorden lalu menyibak kain berwarna ungu itu. Gadis itu juga menggeser jendela kamarnya yang disambut angin sepoi – sepoi pagi ini. “selamat pagi.” Ucapnya senang.
Gadis bernama –Sivia- itu mengambil handphonenya yang tergeletak di kasur. Membaca pesan masuk kemudian tersenyum.
From: My Boo
Sayang... baru bangun pasti ya? :p siap – siap gih, nanti aku jemput jam 8, dandan yang cantik sayang. Morning and I Love You :*
Sivia kemudian mengetik balasannya.
To: My Boo
Kamu tau aja sayang :p haha oke sip, aku tunggu sayang :* I Love You Too {}
-
Sivia yang sudah wangi dan bersih langsung menuruni anak tangga dan senyuman masih tercetak di bibirnya. Sang mama yang memperhatikannya hanya ikut tersenyum. Sudah jadi keseharian melihat Sivia tersenyum setelah bangun tidur.
“selamat pagi mama.” Sivia mencium pipi sang mama yang sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga itu.
“selamat pagi sayang. Anak mama rapi banget, mau jalan – jalan sama Alvin ya?” goda mama Sivia yang membuat pipi gadis itu memerah karna malu. Alvin dan mamanya sama saja –sama-sama-suka-menggoda-.
“mama masak apa?”
“nasi mawut. Yang pernah kita cobain waktu kita liburan ke Lombok itu, Vi. Yang di puji habis – habisan sama papamu.” Cerocos mama Sivia. Wanita paruh baya itu memang sangat pandai memasak. Masakan apapun yang disukai oleh anak dan suaminya akan ia buatkan khusus untuk keluarga kecilnya itu.
Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah mereka. Sivia dan sang mama sama – sama tersenyum. Keduanya berjalan kearah pintu dan benar dugaan mereka. Alvin sudah berdiri di depan pintu.
“pagi tante. Cantik banget pagi ini.” goda Alvin. Sivia tertawa sementara sang mama memukul lengan Alvin pelan.
“kamu kok gombalin tante – tante, Vin.” Mama Sivia mengajak Alvin untuk ikut sarapan bersama.
Alvin duduk di samping Sivia yang sudah melahap makanannya. Alvin tertawa melihat cara makan Sivia seperti anak sd yang tidak mau makanannya diambil orang. “papa kamu mana, Vi?” tanya Alvin.
“papa lagi sakit. Makanya tadi mama bawain nasi sama susu ke dalem kamar.” Jawab Sivia seadanya. Gadis itu masih menikmati sarapan paginya.
Alvin kembali tertawa karna ada makanan yang sedikit belepotan di sudut bibir Sivia. Laki – laki itu mengambil tisu lalu membersihkan bibir Sivia. Gadis itu merasa pipinya sudah memerah saat ini.
“hehe, makasi sayang.”
“sama –sama sayang. Cepet gih habisin makannya, ntar jalanan keburu rame.” Suruh Alvin sambil mengelus rambut hitam Sivia.
-
-
Alvin dan Sivia dalam perjalanan yang entah kemana karna Alvin tidak memberitahu kemana mereka akan pergi. Setiap Sivia tanya, pasti jawabannya Cuma ‘nanti kamu juga tau’ atau ‘udah duduk manis aja’ dan itu cukup bikin Sivia kesal sekarang.
“sayang, jangan ngambek dong.” Bujuk Alvin.
“kamu sih nggak mau kasih tau kita mau kemana.” Sivia menikmati pemandangan luar jendela. Malas banget lihat Alvin saat ini.
“lagi bentar kita sampai kok, nanti kamu bakal tau kita kemana, sayang.”
Tak lama Alvin memarkirkan mobilnya kemudian membukakan pintu untuk kekasihnya yang lagi ‘ngambul’ itu. Sivia menatap taman kecil tempat mereka sekarang tanpa berkedip. Taman ini cantik sekali, pikir Sivia. Ada beberapa kertas origami berbentuk burung dan beberapa bunga mawar yang kelopaknya bertaburan di atas rumput membentuk sebuah tulisan.
‘HAPPY 5 MONTH ANNIVERSARY’
“Vin... i-ini...” Sivia menggantungkan kata – katanya. Kesal, sedih dan bahagia yang dirinya rasakan sekarang.
Alvin memeluk Sivia dari belakang. menumpukan dagunya di atas bahu Sivia. “Happy anniversary sayang. Aku harap kamu selalu ada disamping aku dalam kondisi apapun.” Bisik Alvin.
Sivia menangis haru. “m-makasi sayang. Aku harap kamu juga bakal selalu ada disamping aku dalam kondisi apapun.” Sivia membalikkan tubuhnya dan memeluk tubuh Alvin yang lebih tinggi darinya. Menyalurkan semua perasaan yang ia rasakan sekarang.
“i love you, i love you more than you know.” Bisik Alvin lagi sambil mengecup puncak kepala Sivia.
Alvin melepaskan pelukan mereka. Laki – laki itu merogoh saku jaket yang ia gunakan. “ada apa, Vin?” tanya Sivia bingung.
“coba kamu balik badan terus tutup mata kamu.” Suruh Alvin –masih merogoh saku jaketnya- mencari sesuatu yang sudah ia siapkan 3 hari yang lalu.
Sivia menurut kemudian membalikkan badannya membelakangi Alvin lalu menutup matanya. Dalam hati dirinya sudah penasaran dengan kelakuan Alvin sekarang ini. walaupun Alvin sudah sering memberi kejutan untuknya.
Sivia merasa dingin menyapa lehernya. Gadis itu membuka matanya. Mendapati sebuah kalung permata di lehernya. ‘Alvin romantis banget’ batin Sivia yang tidak mampu menyembunyikan senyum bahagianya.
“kamu bikin aku kaya cewek terbahagia di dunia ini, Vin” celetuk Sivia.
“dan aku bakal selalu bikin kamu bahagia tiap harinya, Vi”
-
-
Setelah acara kejutan tadi, Alvin mengajak Sivia ke sebuah caffe yang tidak terlalu jauh dari taman itu. Mereka memilih duduk di sudut caffe tersebut yang dekat dengan jendela.
“mau pesan apa, sayang?”
“chocolate milkshake aja sayang, kamu apa?”
“chocolate milkshake sama cappucino coffe ya mbak.”
Alvin memberi daftar menu tadi kepada pelayan yang melayani mereka. Keduanya menatap keluar jendela yang nampak begitu ramai oleh lalu – lalang kendaraan. Jakarta benar – benar padat, pikir mereka.
Mata Sivia tidak sengaja menangkap seseorang yang berjalan kearah caffe ini, “itu Shilla ‘kan?” ucap Sivia tanpa sadar. Dan benar saja, itu adalah Shilla –sahabatnya-.
TRIINNG!!
Bel berbunyi, pertanda seorang pelanggan baru datang. Sivia segera bangkit dan menghampiri pelanggan itu. “ke caffe kok nggak bilang – bilang.” Sindir Sivia.
Shilla yang masih fokus dengan gadget miliknya mengangkat kepalanya. Mendapati sahabatnya yang manyun dan menatapnya kesal.
“eh, Sivia? Sama siapa kesini? Hehe, gue fikir jam segini lo belum bangun, Vi.” Tawa Shilla.
“lo fikir gue kebo apa! Yaudah yuk nimbrung aja sama gue dan Alvin. Biar tambah rame.” Sivia menarik atau lebih tepatnya –menggeret- Shilla ke tempatnya tadi.
Alvin yang masih bingung dengan tingkah pacarnya tadi tak lama tersenyum melihat Sivia bersama Shilla, “hoy Shil, lama nggak ketemu.” Alvin mengajak Shilla ‘high-five’.
“alah, bilang aja lo kangen sama gue, Vin. Ngomong – ngomong kalian habis darimana?”
“tempat romantis, Shil.” Ucap Sivia. Pipinya tiba – tiba memerah lagi. sementara Alvin mencubit pipi pacarnya itu gemas.
“oh iya, kalian anniv ya sekarang? Ya ampun! Selamat ya!” seru Shilla. Sivia dan Alvin tersenyum kemudian mengucapkan ‘terima-kasih’ bersamaan.
“lo mau pesan apa, Shil? Biar gue yang traktir” tanya Alvin.
“gue cappucino coffe aja.” Jawab Shilla seadanya. Alvin memanggil seorang pelayan dan memesan kembali pesanan yang Shilla minta.
Shilla masih fokus dengan handphonenya. Sedangkan Alvin masih asyik menatap keluar jendela. Lalu Sivia? Gadis itu hanya mencoba untuk tenang sekarang karna sedari tadi gadis itu terus memikirkan pesanan Alvin-Shilla yang sama.
-
“Shil, gimana kuis lo kemaren? Lancar, ‘kan?” tanya Sivia sambil menyeruput chocolate milkshake yang ia pesan.
“yah... lo tau sendiri gimana guru yang satu itu kalau ngajar. Demi apapun gue rasanya pengen pindah dari sekolah itu.” Shilla memanyunkan bibirnya kesal.
“kalau lo sampe pindah sekolah, jangan harap gue mau ngomong sama lo lagi, Shil.” Ujar Sivia. Hanya bercanda sebenarnya. Tapi itu cukup membuat Shilla tersedak karna kopi-nya.
“yaelah, lo gitu aja langsung ngambek. Lo kira gue anak presiden yang bisa pindah ke sekolah mana aja gue mau? Bisa – bisa gue di sekap dalem kamar sama bokap – nyokap gue.”
“yaelah lo gue ngomong gitu aja langsung keselek kopi.” Celetuk Sivia mengikuti gaya bicara Shilla sebelumnya. Shilla hanya tersenyum kecil melihatnya.
Alvin yang hanya diam sedari tadi akhirnya ikut nimbrung dengan kedua gadis cantik itu. Alvin mengeluarkan beberapa candaannya yang cukup membuat suasana seru diantara ketiganya.
“Shil, kapan lo bakal nyusul kita buat pacaran?” tanya Alvin.
Shilla menatap kesal kearah Alvin, “santai aja kali. Yang pacaran juga gue, kenapa jadi lo yang ngebet?”
Alvin tertawa puas menggoda Shilla yang memasang wajah cemberut andalannya. Selalu begitu, pikir Sivia. Jika Alvin dan Shilla bertemu tidak ada habisnya mereka akan bertengkar. Biasanya Alvin akan menggoda Shilla seperti tadi menyebabkan gadis cantik itu akan marah padanya.
“jodohin sama Chakka aja, Vin.” Timpal Sivia.
“tanpa lo jodohin, gue juga lagi deket sama dia, Vi.” Shilla masih memasang wajah kesalnya. Sementara Alvin dan Sivia memasang wajah ‘bodoh’ mereka. Ckck, pasangan yang serasi, pikir Shilla.
Tanpa mereka sadari bahwa salah satu dari mereka tertawa miris dalam hati.
-
-
-
Sivia dan Alvin saling bergandeng-tangan. Keduanya memasuki wilayah koridor sekolah dan berjalan beriringan. Keduanya mendapat kelas yang berbeda. Alvin yang berada satu tingkat di bawah Sivia. Tapi untungnya mereka mengambil jurusan yang sama. Jadi mereka tidak perlu susah – susah untuk bertemu karna ruangan mereka yang bisa dibilang cukup dekat itu.
Kedua orang menyapa mereka sambil tersenyum hangat, “berdua aja, ikut nimbrung dong.” Shilla menggandeng tangan laki – laki yang ada disebelahnya.
“ekhem, yang baru jadian ya. Traktiran boleh kali.” Goda Sivia.
“selamat ya Chakka, Shilla. Langgeng selalu bro.” Timpal Alvin. Shilla dan Chakka saling berpandangan kemudian mengucapkan terima kasih.
“lo berdua serasi.” Kata Alvin merangkul bahu Sivia.
“ah lo, muji pas lagi ada maunya. Tenang aja, ntar gue traktir.” Chakka memukul bahu Alvin setelah itu tertawa ringan.
Chakka adalah sahabat kecil Alvin. Mereka sering menghabiskan waktu bersama jika Alvin tidak sedang ada kencan dengan Sivia. Tapi, tidak jarang juga Alvin mengajak Chakka untuk ikut bersamanya dan Sivia.
Keempat remaja itu berjalan kekelas mereka masing – masing. Shilla dengan Sivia sementara Chakka dengan Alvin.
“kapan lo di tembak, Shil?”
“pulang dari caffe dia langsung ngajak gue ketemuan, eh nggak taunya dia nembak gue.” Shilla mengingat kejadian 2 hari yang lalu dimana Chakka menembak dia di taman kecil dekat caffe itu.
Sivia tersenyum, “semoga lo langgeng ya.”
-
‘Lo cinta sama dia?’
‘kalau gue nggak cinta, terus untuk apa gue jadiin dia pacar gue?’
‘tapi... tapi apa masih ada gue dihati lo?’
‘itu masa lalu. Lo udah lihat sendiri, ‘kan? Gue bahagia sama dia. Dan gue nggak bakal lepasin dia’
‘tapi lo sama dia kan–‘
‘gue harap lo ngerti.’
‘tapi gue suka sama lo! Dan gue mau kita kaya dulu lagi.’
‘lo nggak salah? Gue udah bilang, ‘kan. Gue cinta sama dia dan gue nggak bakal lepasin dia! Lagian lo udah sama yang lain, ‘kan?’
-
-
-
Sivia merebahkan tubuhnya dikasur. Raut wajah sedih, kecewa dan kesal tercetak di wajah cantiknya. Alvin dengan seenak jidatnya membatalkan acara kencan mereka. Padahal sudah semalaman penuh Sivia mempersiapkan pakaian untuk kencan mereka.
Gadis itu meraih ponsel yang di letakkannya di meja nakas,
From: My Boo
Sayang, aku minta maaf banget ya. Aku janji deh besok kita habisin waktu berdua seharian. Sekarang aku lagi sibuk ngurusin tugas sekolah aku.
Sivia melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Tidak ada niat sama sekali untuk membalas sms pacarnya itu. Dan wajahnya kembali kesal karna ponselnya bergetar lagi. pasti Alvin, pikirnya.
From: My Boo
Aku udah nyuruh Chakka kerumah kamu. Kamu jalan – jalan sama dia dulu aja, nggak apa – apa, ‘kan sayang? I’m really sorry L
What the... pergi dengan Chakka? Hey! Dirinya tidak mau mencari resiko dibilang ‘perusak hubungan orang’ apalagi Chakka pacar Shilla, sahabatnya.
“dia gila atau gimana sih?” kesal Sivia.
Dan benar saja, Chakka mengirim sms ke Sivia. Menyuruh gadis itu untuk siap – siap karna ia dalam perjalanan kerumah Sivia. Damn! Sivia semakin kesal sekarang.
Dengan malas Sivia melangkah ke kamar mandi. membersihkan dirinya setelah itu berdandan seadanya. Mau cantik atau tidak toh tidak penting baginya sekarang.
From: Chakka
Gue depan rumah lo, cepet gih keluar
“bilang permisi atau assalamu’alaikum bisa kali.” Decih Sivia.
-
Sivia menyambut Chakka dengan wajah masamnya. Laki – laki itu menggunakan jaket denim biru tua dengan celana jins berwarna senada. Sok kece, pikir Sivia.
Vi, anak orang emang kece kali!
Sementara Sivia mengenakan kaos merah dengan celana jins berwarna sama seperti Chakka.
“manyun mulu, senyum biar cantik.” Tanpa ba-bi-bu Chakka menarik Sivia keluar rumah. Laki – laki itu mengenakan helm putih di kepala Sivia.
“naik!” suruh Chakka.
“biasa aja kali ngomongnya kan bisa.”
Sivia naik ke atas motor hitam milik Chakka. Setelahnya mereka melesat entah kemana, keduanya juga tidak tahu
-
“hahahaa!!” gelak tawa Sivia semakin keras mendengar lelucon yang dilontarkan Chakka tanpa henti. Keduanya sama – sama tertawa. Tidak peduli dengan tatapan orang – orang yang aneh pada mereka.
Saat ini keduanya duduk sambil memegang es krim di sebuah taman bermain. Entah karna sudah tidak ada tempat atau bagaimana, akhirnya mereka memutuskan untuk kesini.
“aduh Ka! Udah udah udah, lo bikin gue sakit perut jadinya.” Sivia memegang perutnya yang sedikit perih karna terlalu lama tertawa.
“muka lo manis kalau ketawa, Vi.”
DEG!
Sivia terdiam. Gadis itu bahkan tidak berani menatap kearah Chakka. Buru – buru di tepis fikiran aneh yang menghampiri otaknya. ‘inget Vi, dia pacar sahabat lo. Jangan terlalu ge-er. Mungkin itu pujian biasa.’
“lo di puji bukannya bilang makasi atau muji gue balik gitu.” Chakka menyentil jidat Sivia membuat sang empunya meringis.
“sialan lo! Sakit tau! Pengen banget di puji balik? Ntar yang ada Alvin marah sama gue.” Ujar Sivia. Di sendokkan es krim coklat itu kedalam mulutnya.
Suasana hening. Mereka diam dengan fikiran mereka masing masing. Sivia menatap Chakka lama. Ada satu hal yang mengganjal di fikirannya. “lo nggak sibuk, Ka?” tanya Sivia.
“kalau gue sibuk, terus ngapain gue nemenin lo?” jawab Chakka. Sivia menautkan kedua alisnya.
“bukannya lo ada tugas? Alvin aja nggak bisa nemenin gue kencan karna kerjain tugas bu Clara lo tau sendiri kan sama guru itu.”
Chakka menautkan kedua alisnya.
“kelas gue free kok. Lagian tumben banget Alvin mau ngerjain tugas kampusnya. Lo tau sendiri, ‘kan? Pacar lo paling males namanya ngerjain tugas kampus.” Jelas Chakka.
Fikiran aneh mulai berkecamuk di fikiran Sivia. Jadi, kalau tidak mengerjakan tugas kampus, terus apa? Kalau sakit, pasti Alvin akan memberitahunya. “gue jadi curiga.”
“hah?”
-
JDAR!
"Apaan tuh?" Tanya Cakka mendengar suara keras yang berasal dari halaman rumah Sivia. Cakka langsung berlari mencari asal suara tersebut, di ikuti Sivia di belakangnya.
Cakka mengedarkan pandangannya ke segala arah di halaman rumah Sivia, berusaha mencari asal suara tersebut. Namun hasilnya nihil. Cakka melirik ke arah Sivia yang menggigit ujung bibir bawahnya penuh ketakutan. Mata Sivia pun sudah berkaca-kaca membuat Cakka menyeritkan dahinya heran. Apakah Sivia terluka?
"Via awasss" Teriak Cakka menarik Sivia kala melihat sebuah batu besar yang ingin menghantam kepala gadis itu. Sivia menunduk takut, lalu menatap Cakka yang sedang berlari kecil ke arah batu yang hampir mengenai Sivia tadi. Selalu seperti ini batin Sivia.
-
Yaa, Sebenarnya kejadian ini sudah tidak asing lagi bagi Sivia. Bagaimana tidak? Jika setiap hari dia selalu saja menerima hal-hal aneh.
Seperti mendapatkan tikus mati yang di bungkus di depan jendela kamarnya. Di takuti dengan suara-suara bising horor yang selalu mengusik tidurnya Dan masih banyak hal aneh lainnya yang di terima Sivia. tak jarang juga itu menyakiti dirinya sendiri.
Cakka terkejut bukan main saat melihat batu penuh bercak darah yang tadi hampir saja mengenai kepala Sivia. Bagaimana jika batu itu benar-benar akan mengenai Sivia? Hiih membayangkannya saja Cakka sudah merinding. Di alihkannya tatapannya ke arah gadis itu, wajahnya pucat pasi dan Oh yaampun ini pertama kalinya Cakka melihat penampilan Sivia yang acak-acakkan.
Siapa yang melakukan ini? Apakah ini sudah sering di alami Sivia? Itulah pertanyaan-pertannyan aneh yang berkecamuk di otak Cakka.
Cakka berlari kecil menghampiri Sivia, memegang pundak gadis itu yang bergetar.
"Vi, lo kenapa?" Tanya Cakka. Tak bisa di pungkiri bahwa ia sangat mengkhawatirkan gadis cantik ini.
Sivia menggelengkan kepalanya, tiba-tiba bibir nya sulit mengeluarkan kata-kata dan tubuhnya bergetar hebat membuat Cakka semakin khawatir.
"Via lo kenapa?" Tanya Cakka ---lagi. Dan lagi hanya gelengan dari kepala Sivia yang di dapatkannya. Cakka yang memahami mungkin Sivia tidak ingin berbicara kemudian membawa gadis ini ke dalam rumahnya, dan membatalkan acaranya mengajak Sivia pergi.
-
Sudah 3 hari ini Sivia terbaring lemah tak berdaya di balik selimutnya. Sejak peristiwa 'batu bercak merah' itu Sivia didera depresi. Terang saja, ia sudah cukup sakit hati dan tidak tahan lagi mendapatkan hal-hal yang jauh dari pikirannya.
Sivia sudah berusaha mencari tau siapa di balik semua ini namun hasilnya tetap nihil.
Memikirkan itu membuat kepala Sivia tiba-tiba terasa seperti ditindih beton. Matanya sesekali terpejam. Dan yang Sivia rasakan dunia berjungkir balik tak karuan seperti bermain sirkus menertawakan sakitnya. Darahnya seperti terpusat pada kepala. Sakit bukan main dan perutnya sudah di obok-obok. Mual tak karuan. Yaampun ada apa dengannya??
"Via kamu ga apapakan?" Alvin berteriak, berusaha keras agar gadisnya yang sedang terbaring lemah tak berdaya bisa mendengar suaranya. Sivia tersenyum, dalam keadaan sakitpun dia sangat gembira karna mendapatkan perhatian 'khusus' dari Alvin.
Bisa tidak untuk saat ini Sivia lebih memilih sakit dari pada sehat? Alasannya simple, karna ia senang jika Alvin sudah perhatian seperti ini. Memang sedikit Norak. Tapi...
"Nggapapa Vin, tenang aja"
Alvin menempelkan tangannya di dahi Sivia "Kamu panas banget" Serunya cemas. Sivia melihat semuanya begitu putih. Putih tanpa rasa. Tanpa dimensi.
"Kamu ga masuk Vin?" Tanya Sivia pelan. Alvin menggelengkan kepalanya dan mengelus puncak kepala Sivia.
"Bisa gitu aku sekolah sementara kamu kaya orang sekarat gini?" Tanya Alvin lembut, dan itu semakin membuat poin Sivia untuk selalu ingin sakit bertambah.
Sivia sudah tidak bisa lagi menahan gejolak di dadanya, ditambah lagi seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam dirinya.
Tapi bagaimanapun itu dia tidak boleh egois. Dia tidak boleh membuat Alvin sangat mengkhawatirkan dirinya sampai tidak mengikuti pelajaran seperti biasanya.
"Makasih yaa" Ucap Sivia tersenyum pada Alvin. Alvin membalasnya. Ada getar hati yang membuat jalinan mereka semakin dekat, semakin aneh dan semakin susah di diskripsikan.
"Masih sakit? Sekarang kamu minum obatnya aja dulu. Abis itu istirahat. Biar cepet sembuh" Khotbah Alvin seperti ibu-ibu. Sivia mengerucutkan bibirnya kesal.
"Istirahat mulu. Capek tau" Ketusnya membuat Alvin terkekeh geli. Alvin menarik hidung Sivia gemas membuatnya mau tidak mau mendapatkan pelototan dari sang gadis.
"Udah sih sipit mah sipit aja" Ledek Alvin
"Dih berasa belo gtu?" Ucap Sivia menantang. Pasalnya Alvin tidak tahu diri banget. Dia juga sipit tapi ngatain orang sipit. Dasar!
"Biarin. Aku sipit tapi tajam. Ga kaya kamu sipit tapi buta" Ledeknya lagi. Sivia menyeritkan dahinya, heran dan sama sekali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Alvin barusan.
"Maksudnya Vin?" Tanya Sivia. Alvin menggeleng cepat.
-
3 hari berlalu kini keadaan Sivia makin membaik ditambah lagi penyemangatnya sang pujaan hati Alvin. Namun akhir-akhir ini Alvin sangat sulit untuk dihubungi Sivia mencoba mengerti mungkin Alvin sedang sibuk. Terroran yang sering menimpa Sivia akhir – akhir ini sudah jarang sekali. Syukurlah Sivia dapat bernafas lega
Tiin-
Suara klakson dari luar rumah Sivia.
Segera Sivia beranjak dari tempat duduknya dan pergi membukakan pintu. Dari balik pintu terlihat laki-laki tampan berpostur tinggi tersenyum manis kearahnya Sivia membalasnya dengan senyum tipis yang menghiasi wajah ayunya
Dia Cakka sahabat Alvin sekaligus orang yang suka menemani Sivia jika Alvin sedang tidak dapat diganggu. Cakka hadir karena suruhan Alvin untuk menemaninya.
“Sore Vi” Sapa Cakka. Cakka terlihat tampan dengan jaket merah dan celana panjang yang membalut tubuhnya.
“Sore Cak. Tunggu sebentar ya gue mau ngambil tas dulu”balas Sivia. Cakka hanya mengacungkan jempol
“Vi kalau naek motor ga papa kan. Soalnya gue lagi males pake mobil”Tanya cakka.
“ya gapapa kali. Lo piker gue cewek apa pake motor aja ga mau”balas sivia dengan kekehan kecil yang keluar dari bibir manisnya. Cakka tertawa sambil mengacak rambut Sivia gemas
Sivia yang mendapat perlakuan seperti itu hanya memanyunkan bibirnya tapi lama kelamaan Sivia menunduk dia teringat dengan Alvin sang kekasih yang selalu memperlakukannya seperti itu namun mengingat kesibukan Alvin. Huh… segera saja Sivia mencegah pikiran negative yang memasuki pikirannya. Dia harus berpikiran positif
Melihat itu Cakka menjadi heran. Cakka melambaikan tanggannya di depan muka Sivia.
“Vi lo kenapa?” Tanya Cakka
“hah.. enggak yaudah yuk kita jalan ntar keburu sore”Ucap Sivia sambil menaiki motor Cakka
“yaudah sok atuh neng. Makan dulu aja yuk laper nih gue belum sempet makan siang hehe”Cengir Cakka mengusap perutnya.
Sivia terkekeh geli melihatnya. “dasar lo ntar kalo lo gak makan kan sakit kasian tau Shillanya” Balas Sivia. Mengingat Shilla, Sivia berpikiran sesuatu
“Eh Cak emang Shilla gak marah lo jalan sama gue gini?”Tanya Sivia. Cakka melihat Sivia melalui kaca spion. “ya gak lah vi dia mah ngerti gue kok” Balas Cakka
-
-
“Vin, aku masih sayang sama kamu”tangis seseorang.
“Tapi shil aku harus gimana? Aku gak mungkin ninggalin Sivia gitu aja”Balas Alvin. Shilla yang tertunduk tadi langsung menatap Alvin dengan tatapan sendu. Alvin memegang tangan Shilla lembut
“Shilla. Sebenernya aku juga masih sayang sama kamu. Tapi gimana? Aku gak mungkin nentang mama shil”Ucap Alvin lembut. Shilla hanya menangis dan tak mampu memendung air mata yang sejak tadi bersarang dimatanya
“Kamu tau aku udah ngejalanin berbagai cara biar aku bisa sama kamu lagi vin. Aku nerror Sivia biar dia mau ngejauhin kamu. Aku gak bisa lepas dari kamu vin” Ucap Shilla. Mendengar itu Alvin jelas sangat kaget dan syok sama apa yang udah dilakukan Shilla terhadap Sivia.
Tangan Alvin terulur dan segera memeluk Shilla. Mereka berdua ditonton banyak orang dengan apa yang mereka lakukan. Jelas mereka heran karena mereka berpelukan dan ceweknya menangis disebuah café mungkin mereka berpikir mereka sedang dilanda masalah. Jelas masalah besar
“Maafin aku shill.oke detik ini aku bakal selalu ada buat kamu dan aku akan berjuang mertahanin kamu dan kita minta restu dari mama aku”Ucap Alvin. Mendengar itu Shilla menangis bahagia karena perjuangannya tidak sia-sia. Kita lihat saja nanti
-
-
Matahari mengalirkan rasa panasnya, meraung ganas menggigit kulit Sivia. Berkali-kali ia membasuh keringat yang berada di keningnya lalu menuruni pipinya, hari itu begitu panas, hanya sesekali angin mendesah perlahan. Sesekali di teguknya air mineral yang sejak tadi ia genggam. Perasaannya tidak enak, ada firasat buruk yang merasuk masuk di dadanya.
Sivia menghela napas sebentar untuk menetralisikan otaknya yang entah memusingkan apa. Ia berjalan santai memasuki cafe yang biasa ia kunjungi.
Tiga sentuhan kecil yang berarti besar. Sandaran bahu yang romantis, pelukan yang manis, dan kecupan yang penuh magis.
Sivia ternganga melihat itu semua. Ada rasa sakit yang pelan-pelan tergores di dadanya. Semakin dalam, semakin panjang, semakin perih. Tak mampu untuk di jelaskan, kecemasan yang sama dan selalu berulang. Berkali-kali Sivia menatap dua orang yang ada di depannya. Saling menggenggam tangan,menatap, berpelukan.
Ia menatap 2 orang itu lagi. Berharap menemukan jawaban dari hatinya yang mulai membuncah dan menggema dengan liarnya. Dan sampai menit demi menit berlalu pun, jawaban masih belum ia dapatkan. Ia hanya mampu menerka-nerka.
Dan dalam terkaannya. Shilla menyukai Alvin. Kekasihnya sekaligus cinta pertamanya.
sejahat itukah Shilla?
Siapa yang harus disalahkan?
Sivia tidak sedang berhalusinasi. Mungkin dia memang suka berhalusinasi, tapi tidak pernah sama sekali ia menghalusinasikan keadaan ini. Sivia terisak oleh banyak pertanyaan yang tak terjawab. Wajah Shilla dan Alvin bergantian bergulat dalam otaknya juga hatinya. Lelah. Banyak teka-teki yang rasa-rasanya sulit untuk dipecahkan. Sivia merasa terbodohi. Melihat peristiwa ini, Sivia menciut, mematung, membisu. Tubuhnya seperti mengecil. Ia seperti berhenti bernapas untuk beberapa detik. Tak percaya pada peristiwa yang benar-benar menyayat hati ini. Inilah jawaban atas kecemasannya, kebingungannya, segalanya.
Maka dengan tubuh yang bergetar ia keluar dari tempat yang mungkin akan menjadi tempat terkutuk di hidupnya. Pergi dengan kepingan hati yang telah hancur karna 2 orang yang berarti dihidupnya.
“Loh Vi lo kok masih disini kan udah gue suruh masuk tadi”Heran Cakka. Memang tadi Cakka menyuruh Sivia untuk duluan masuk ke Café karna dirinya sedang memarkirkan motornya.
Yang ditanya malah lari dengan air mata yang membanjiri pipinya. Cakka yang kaget karna Sivia berlari begitu saja karna penasaran Cakka masuk ke Café dan melihat apa yang dilihat Sivia
. “astaga vin lo masih aja ngarep sama dia jelas-jelas disini ada wanita yang udah setia sama lo”pikir Cakka
Sivia berjalan menulusuri trotoar dia menangis histeris. Dia menjambak rambutnya sendiri dia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.
-
-
Besoknya Sivia berangkat sekolah menggunakan mobilnya yang biasanya ia dijemput Alvin. Tapi kali ini dia menolaknya. Sivia masih sakit dengan apa yang dilihatnya kemarin matanya sembab itu menandakan bahwa dia menangis semalaman. Tadi malam pun Sivia tidak dapat menutup matanya. Namun syukur ada Cakka yang bersedia mendengar curhatan dan menghiburnya meskipun melalui telepon.
Sivia berpikir bahwa Cakka pasti merasakan hal yang sama dengannya. Pagi ini Sivia ingin mendapatkan kejelasan dari apa yang dilihatnya kemarin.
Terlihat diujung koridor terlihat wanita cantik berjalan menghampiri Sivia. Dia shilla entah Shilla masih dianggap sahabat atau tidak oleh Sivia.
“Hai Vi. Lo kenapa mata lo kenapa sembab gitu” Tanya Shilla sambil memegang pipi Sivia.
Sivia menatap benci Shilla terang saja langsung ditepisnya tangan Shilla yang berada dipipinya. Shilla yang mendapatkan perlakuan seperti itu menatap aneh Sivia. “Loh Vi, lo kenapa sih?”Tanya Shilla
“LO GAK USAH SOK MUNA”tunjuk Sivia tepat di depan wajah Shilla. Shilla kaget ditepisnya halus tangan sivia.
“Lo mau ngerebut Alvin dari gue? HAH?”marah Sivia
“ma.. maksud lo apa? Gue gak ngerti deh”Balas Shilla.
“Alah gak usah sok suci lo. Lo kemaren ngapain berdua sama Alvin di Café hah?”Tanya Sivia. Dia menatap Shilla penuh kebencian ditambah dengan sakit yang bersarang di dadanya. Shilla mulai mengerti dengan apa yang dibicarakan Sivia. Ternyata kemarin Sivia melihat itu semua. Shilla mengeluarkan senyum evilnya
“Oh jadi lo liat semuanya? Yang harusnya jadi perebut itu lo”tunjuk balik Shilla. Syukur saat mereka berantem ini keadaan koridor sekolah sedang sepi karna memang tempat ini sangat jarang dilalui oleh siswa/siswi tempat inilah yang selalu dikunjungi dua sahabatnya ini karena tempat ini langsung menghadap taman yang membuat Suasana sejuk. Ralat mungkin sekarang panas karna dua mantan sahabat ini maybe.
”Ke.. kenapa gue?”Balas Sivia.
“Iya elo. Sebelum Alvin sama lo dia pernah punya hubungan sama gue tapi karna mama lo minta ke mamanya Alvin buat jodohin lo sama Alvin. Hubungan kita jadi selesai”Balas Shilla getir.
“Tapi kan gue gak tau apa-apa. Kenapa kalian ngelibatin gue hah?”Balas Sivia ikut bergetar. Terlihat dari dua orang wanita ini sama-sama memiliki luka yang tergores.
“Ohya. Jangan lo pikir gue sahabatan sama lo karna gue mau. Ya emang awalnya gue mau lupain dendam gue ini dan mulai suka sama Cakka. Tapi apa?Cakka sukanya sama lo vi,kenapa sih semua orang selalu berpihak sama lo hah?gue sakit”Ucap Shilla keras. Sivia menutup telinganya kencang sambil menangis histeris dia tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada dirinya.
“Kalo lo gak percaya lo bisa Tanya sama Alvin. Kalo sekarang kita sama-sama mencintai yaudah lo say good bye aja sama hubungan basi lo itu”Ucap Shilla berlalu pergi meninggalkan Sivia yang menangis terjatuh di lantai.
-
-
Siang ini Sivia menyuruh Alvin untuk datang kerumahnya Sivia juga perlu penjelasan dari Alvin.
“Jadi kamu udah denger semua dari Shilla? Iya emang aku dan dia saling mencintai. Soal hubungan kita dan semua rasa sayang aku ke kamu itu Cuma pengen ngebahagiain mama aku aja”
Kata-kata itu terus tergiang dalam pikiran Sivia dia tidak menyangka dengan apa yang ia alami ternyata kata-kata manis dan kejutan kecil untuknya itu hanya palsu pemberian Alvin.
ARRGH!
Sivia melempar semua barang yang ada didepannya. Sudah seminggu sejak kejadian itu Sivia tidak pernah masuk sekolah. Tentang Cakka dan Shilla ternyata itu hanya bagian rencana Shilla untuk membuat Alvin cemburu. Sivia marah tentang pengakuan Cakka untuknya tentang hal itu. Namun berangsur-angsur ia mulai memaafkannya
Untuk Shilla dan Alvin Sivia belum berpikir untuk memaafkan mereka meski mereka belum meminta maaf. Hari-hari Sivia mulai diisi oleh Cakka namun hal itu tidak menghapus tentang Alvin dalam benak dan pikirannya.
-
-
“Sayang aa dong”Ucap Shilla. Saat ini Shilla dan Alvin sedang berada di sebuah Café untuk makan siang.
“Udah Sivia sayang aku kenyang”Ucap Alvin yang sedang memainkan handphonenya. Shilla kaget ia menggigit bibir bawahnya apa ia tidak salah dengar Alvin menyebut nama SIVIA bukan namanya. Shilla takut kalau rasa cinta Alvin sudah berubah bukan lagi untuknya.
“apa vin Sivia?”Tanya Shilla lirih. Alvin menoleh kearah Shilla. “Hah? Maksud aku Shilla sayang”Balas Alvin ia sama sekali tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan.
“Sayang aku mau ke seberang jalan dulu ya. Aku mau beliin sesuatu buat kamu”Ucap Alvin. Shilla hanya tersenyum tipis lalu mengangguki ucapan Alvin
BRAKS!
“Alviiinn…”
-
-
Dua orang itu Cakka dan Sivia berlari kearah ruang rawat seseorang. Sivia mendengus kesal disaat seperti ini dia harus menggunakan sepatu berhak pendek tapi sama saja menyulitkannya berjalan sampai akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat.
“gimana keadaan Alvin shil?”Sivia. Shilla menangis dan segera memeluk Sivia. Sivia kaget jujur saja dia masih belum memaafkan Shilla dengan apa yang ia lakukan padanya. Namun dalam keadaan begini ia mencoba melupakannya.
Shilla menyuruh Sivia untuk masuk kedalam melihat keadaan Alvin. Awalnya Sivia ragu namun Sivia mulai mebuka knop pintu dan menutupnya kembali. Di dalam Sivia heran mengapa tidak ada seseorang pun disana. Sivia merasa kalau dia sedang dibohongi
Tiba-tiba ada sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Sivia kenal dengan wangi orang ini dan Sivia yakin sekali. Orang itu menyembunyikan wajahnya di sela-sela rambut Sivia. Sivia mulai membalikan badannya
Ia kaget dan sontak memeluk orang itu yang ternyata Alvin. Sivia menangis sekaligus lega dengan keadaan Alvin namun ada perban kecil yang menghiasi kepalanya.
“Aku seneng kamu ga papa. Kalau boleh aku bakal menjadi orang yang egois. Aku bakalan merjuangin cinta aku sama kamu meskipun aku harus dibilang orang jahat sekalipun”Sivia. Alvin tersenyum mendengar kata-kata Sivia.Alvin melepas pelukannya dan menatap Sivia.
“Kamu ga boleh jadi orang jahat karna kamu adalah malaikatku. Aku milikmu dan kamu milikku”Sivia tersenyum tapi Sivia masih tidak yakin. Alvin yang mengerti mulai menjelaskan
“Aku tau pasti kamu mau nanya kenapa sama shilla kan?. Emang bener aku sama dia pernah punya hubungan tapi mama aku nentang itu semua karna asal-usul keluarga Shilla yang gak jelas. Kakaknya buroanan dan papanya gak tau dimana. Orang tuanya bercerai”Jelas Alvin
Sivia tersentak kaget. Apakah benar itu semua? Sivia merasa kasihan dengan apa yang terjadi pada Shilla saat ini. “Tadi juga Shilla udah ditangkep sama polisi ternyata dia juga terlibat kasus pembunuhan yang dilakukan kakaknya. Sebenernya aku udah lama tau tapi bodohnya aku menutupinya”Lanjut Alvin.
“Apapun yang terjadi sekarang kita jadiin pelajaran. Intinya aku gak mau kehilangan kamu vin”Ucap Sivia memeluk Alvin. Diam-diam Alvin memasang Kalung yang dia beli di leher manis Sivia. Sivia kaget sekaligus tersenyum bahagia.
“Thanks Sob berkat lo gue tau pilihan gue yang tepat. Lo emang sahabat terbaik gue”Alvin menepuk bahu Cakka. Cakka menggangguk dan mengacungkan jempol memang Cakka dan Alvin sempat bertemu dan Cakka memaksa Alvin untuk memilih dua diantara wanita yang benar-benar dicintainya hingga Alvin menemukannya cintanya yang asli
“Pilih cinta sesuai kata hati lo bukan karna ego lo. Cari tau siapakah dia?”-Cakka
Happy Anniversary Alvia
[END]
Langganan:
Postingan (Atom)